Pemerintah Diminta Kaji Ulang Larangan Mudik

Pemerintah Diminta Kaji Ulang Larangan Mudik
Ilustrasi, suasana mudik para pengendara roda dua.

JAKARTA (WartaTransparansi.com) – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah meminta pemerintah mengkaji kembali pelarangan mudik selama Lebaran.

Kajian itu menyangkut durasi mudik dan mekanisme mudik. Sebagai pertimbangan, agenda mudik yang diperkirakan antara tanggal 6 -17 Mei 2021 (secara kultural), bisa dibatasi waktu menjadi beberapa hari saja, misalnya 5 hari.

Sebelumnya, pemerintah secara resmi, melalui Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy pada akhir Maret lalu melarang mudik Lebaran, terhitung dari tanggal 6 sampai 17 Mei 2021. Pertimbangan pemerintah melarang mudik sebagai usaha untuk mencegah pertumbuhan Covid-19.

“Pandemi Covid-19 tidak serta merta membuat kita memilih jalan pintas dengan sekedar melarang mudik, justru momentum ini harus kita kelola sebagai exercise untuk membiasakan rakyat hidup normal baru sebagaimana yang sering di tegaskan oleh pemerintah sendiri,” ujar Said dalam keterangan persnya, Senin (5/4/2021).

Politisi PDI-Perjuangan itu menegaskan, lebaran dengan tradisi mudiknya adalah peristiwa budaya sekaligus ekonomi, terutama di Pulau Jawa yang berkontribusi 58 persen PDB nasional.

Ia menyatakan, mobilitas orang dari pusat kota sebagai pusat ekonomi ke desa atau kampung halaman saat mudik memberi pengaruh besar terhadap perputaran roda ekonomi Indonesia.

“Selain itu, secara ekonomi mudik mendorong tingkat konsumsi rumah tangga lantaran banyak sektor yang ikut terdampak. Selama pandemi, rumah tangga menengah atas menahan tingkat konsumsi. Mudik menjadi peluang tingkat konsumsi semuga golongan rumah tangga. Bahkan, konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 57 persen PDB,” terangnya.

Namun demikian, Said menegaskan kegiatan mudik perlu disyaratkan dengan menunjukkan dokumen hasil swab negatif Covid-19 untuk semua orang yang mudik, baik saat datang maupun balik, baik di dalam kota, antar kota dalam provinsi, apalagi antar kota antar provinsi. Protokol ini sesuai dengan tata cara pencegahan penularan Covid-19 di antara penumpang kereta api dan pesawat terbang.