Bukan untuk Jurnalis
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Rusdi Hartono mengatakan, penerbitan telegram tersebut dilakukan untuk meningkatkan kinerja Polri. Dia pun tak menjelaskan rinci mengenai alasan penerbitan surat telegram itu.
“Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik,” singkat Rusdi, saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (6/4/2021).
Kemudian, Polri memastikan bahwa larangan tersebut bukan ditujukan bagi media massa melainkan untuk media internal di lingkungan Mabes Polri.
“(Ditujukan) Media Internal Polri,” kata Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Ahmad Ramadhan saat dihubungi RRI, Selasa (6/4/2021).
Kata PWI
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) memandang surat telegram dari Kapolri untuk media bukanlah ditujukan bagi para jurnalis.
Ketua Dewan Kehormatan PWI, Ilham Bintang, menuturkan surat telegram itu hanya ditujukan bagi media yang berada di lingkungan Mabes Polri.
“Saya pikir Telegram Kapolri itu salah alamat kalau ditujukan kepada media pers. Mungkin itu memang buat media-media Polri yang selama ini bekerjasama dengan terutama stasiun TV, membuat program “Buser” dan kawan-kawannya,” kata Ilham kepada wartawan, Selasa (6/4/2021).
Ilham membeberkan, sumber hukum Pers di Tanah Air, adalah UU Pers No 40/1999 yang merupakan produk Reformasi, menjadikan derajat telegram itu jauh di bawah UU Pers. Sehingga mustahil peraturan yang berada di bawah, seperti Telegram Kapolri, mengalahkan UU yang berada di atasnya.
“Desain UU Pers No 40 memang ditujukan agar pers mengatur dirinya sendiri. Pengaturannya ditangani oleh Dewan Pers,” tandas Ilham. (wt)