Kedua, untuk mengangkat derajat yang bersangkutan. Ini terkait dengan sabda Nabi Muhammad Saw., “Jika agamanya kuat, maka akan ditambahkan musibahnya,” (HR. at-Tirmidzi).
Ketiga, agar yang bersangkutan tidak takabur dan tinggi hati. Ini seperti yang dialami Firaun ketika tenggelam.
Keempat, agar yang bersangkutan lebih mendekatkan diri pada Allah. Kelima, agar yang bersangkutan tahu bahwa hanya Allah saja yang Mahakuat.
Keenam, agar yang bersangkutan tahu posisinya di sisi Allah. Ini terkait dengan firman Allah Swt., “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kalian sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kalian hal-hal yang gaib” (QS. Ali ‘Imra>n: 179).
Ketujuh, agar yang bersangkutan mulai merindukan surga. Ini berkaitan dengan firman Allah Swt., “Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian, dan belum nyata orang-orang yang sabar” (QS. Ali ‘Imran: 142).
Kedelapan, untuk menumbuhkan solidaritas kolektif. Ini seperti yang terlihat saat bencana melanda hikmah kedelapan inilah salah satu kekuatan gotong royong di Indonesia.
Bahkan, tidak sadar derajat suatu kaum di wilayah musibah, berubah baik tempat maupun perhatian yang lain, dengan beberapa perubahan menuju perbaikan. Lebih hebat lagi keimanan warga semakin meningkat.
Terbukti pasca badai siklon seroja, perhatian pemerintah soal kesehatan dan perbaikan sarana prasaran yang mengalami kerusakan, sedangkan dilakukan koordinasi.
Musibah memang secara alamiah menyisahkan duka mendalam, juga berbagai kerusakan infrastruktur maupun korban meninggal juga korban lain. Tetapi di balik itu ialah menjadi setiap musibah adalah peringatan sekaligus penguatan.