“Sehari dilakukan trapping terhadap 1000 tikus. Sistemnya metal life trap, yaitu tikus tidak boleh dijebak dalam kondisi mati, karena harus diproses jumlah pinjal atau kutu yang ada di tukus maupun darah yang mengandung bakteri Yersinia Pestis,” ungkapnya.
Sedangkan pengamatan kedua adalah human surveillance, yakni pengamatan oleh petugas yang dilakukan secara berkala terhadap sejumlah warga yang tinggal di lokasi yang pernah menjadi endemic PES. Dijelaskan Agus, total ada 42 dusun pengamatan yang menjadi sasaran kegiatan selama dua kali dalam satu tahun.
“Kalau dikatakan Bebas PES, itu tidak boleh, tapi penyakit punya masa interval, jadi semuanya tetap waspada, meskipun dengan status resiko sangat rendah, tetap pengamatan kita lakukan sekarang setahun dua kali, untuk human secara
Lebih lanjut Agus menegaskan bahwa pihaknya juga melakukan pengambilan sampel secara rutin, setiap harinya. Tikus-tikus yang berada di wilayah setempat, ditangkap untuk kemudian diuji. Dari pengujian itulah, bisa diketahui ada tidaknya ancaman wabah yang ditularkan itu.
“Evaluasi terus kami lakukan. Hasilnya, Alhamdulillah belum ditemukan kasus pes terulang,” tutupnya. (pas/min)