Opini  

Kongres HMI Ricuh itu Seksi

Kongres HMI Ricuh itu Seksi
Anwar Hudijono

Ada kandidat bagi-bagi uang pulsa. Uang tiket. Entah apapun namanya. Yang jelas itu bagian dari politik transaksional. Benar tidaknya saya tidak tahu.

Kok bisa cukong terlibat? Sangat mungkin. Pimpinan HMI itu berpotensi menjadi pemimpin Indonesia. Terbukti banyak pemimpin Indonesia berlatar belakang HMI. Di Kabinet Jokowi-Ma’ruf saja ada sejumlah kader HMI. Sekian persen anggota DPR dan MPR kader HMI. Bagi cukong, membangun oligarki itu dimulai sejak dini.

Berdasar ilmu titenologi, saat ini ada kader-kader HMI yang sudah jadi alumni masuk dalam jaringan oligarki. Konon Indonesia saat ini dikendalikan oleh kekuatan oligarki. Dan bisa jadi justru mereka itu kini jadi patron para kader yang ikut Kongres.

Tarekat intelektual

Anggap saja, sekali lagi, ricuh ini dinamika organisasi sesaat. Jangan diperpanjang. Jangan sampai HMI tersempal seperti jaman HMI MPO.

Sebagi orang tua, saya tidak bisa mengatakan kalian harus begini kalian harus begitu. Bernostalgia jaman saya muda. Kader-kader sekarang hidup dengan masalah dan tantangan tersendiri. Punya jaman sendiri.

Hanya karena di akhir jaman, saya mengingatkan bahwa HMI harus menjadi generasi yang didatangkan oleh Allah. Generasi yang dicintai Allah dan mereka mencintai-Nya. Yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap tegas/keras terhadap orang-orang pagan. Yang berjihad di jalan Allah. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. (Quran 5:54).

Kader-kader HMI sebaiknya melakukan “tarekat intelektual” dalam arti berani prihatin. Tidak larut dalam kemegahan dunia.

Tidak hanyut dalam materialisme, liberalisme, hedonisme. Seperti yang disimbolkan dengan anak muda yang ikut Nabi Musa berguru kepada Hidlir. Seperti generasi Ashabul Kahfi yang dirahmati Allah.Salah satu isi “tarekat intelektual” itu adalah berani menunda kesenangan.

Berani menunda kesenangan inilah yang dinasehatkan Cak Nur kepada seorang mantan ketua umum HMI. Dia ini karier politik sangat cemerlang. Banyak yang memprediksi, selangkah lagi dia menjadi pemimpin RI. Sayang, dia melupakan nasehat Cak Nur. Akhirnya, bukan hanya pupus karier politiknya, malah masuk penjara.

Coba pasca ricuh ini, melakukan “tarekat intelektual” sehingga menjadi danau yang tenang, bening setelah bergelombang diterjang badai. Rabbi a’lam. (*)

Anwar Hudijono, kolumnis tinggal di Sidoarjo.