Menko PMK RI Soroti Penanganan Limbah Medis Pandemi Covid-19

Menko PMK RI Soroti Penanganan Limbah Medis Pandemi Covid-19
Foto : Rombongan Menko PMK RI saat mengunjungi pabrik pengolahan limbah medis PT. PRIA  di Jetis-Mojokerto (gia/WT)

MOJOKERTO (WartaTransparansi.com) –  Menko PMK (Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) RI mengunjungi pabrik pengolahan limbah medis PT. PRIA (Putra Restu Ibu Abadi), di Jetis-Mojokerto-Jatim. Kedatangannya guna mengetahui lebih dekat kapasitas pabrik tersebut, keamanan proses dampak lingkungan sekaligus kelengkapan ijinya, Selasa (16-2-2021).

“Penanganan limbah medis di saat Pandemi Covid-19,  masih menjadi persoalan serius, karena jumlah produksi limbah medis di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) meningkat tajam,”ungkap Prof. Dr. Muhajir Effendy, M. A. P, Menko PMK RI, saat berkunjug di PT. PRIA di Ds.Lakardowo, Kec. Jetis, Mojokerto

Masih kata Menko PMK, data Kementerian PPN/Bappenas menyebutkan potensi peningkatan timbunan limbah medis akibat penggunaan alat pelindung diri (APD) mencapai 3-4 kali dari jumlah sebelumnya. Dampaknya bertambahnya jumlah limbah medis fasyankes. Namun faktanya belum banyak rumah sakit yang memiliki pengolahan limbah on-site.

Dijelaskan, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah tegas mengatur bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3.
Apabila tidak mampu, pengelolaannya diserahkan ke pihak lain dan wajib mendapatkan izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. UU tersebut juga mengatur ketentuan pidana dan denda.

“Ini penting karena dampak dari pengelolaan limbah medis yang tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan dampak lingkungan seperti pencemaran lingkungan, termasuk dampak kesehatan seperti tertusuk benda tajam, hepatitis, bahkan HIV,” Tegas Menko PMK.

Ditambahkan, secara umum kondisi pengelolaan limbah medis di Indonesia masih menghadapi tantangan. Mulai dari aspek regulasi, kapasitas pengolahan, peran pemerintah daerah, koordinasi antar lembaga, SDM, sarana prasarana, perizinan, peran swasta, dan pembiayaan. Kapasitas pengolahan limbah medis belum memadai baik dari segi jumlah maupun sebaran yang tidak merata. Jumlah fasyankes yang mempunyai fasilitas pengolah limbah berizin atau insenerator saat ini baru berjumlah 120 RS dari 2.880 RS dan hanya 5 RS yang memiliki autoclave.

Seharusnya semua provinsi mempunyai alat pengolah limbah medis di daerahnnya, sehingga penanganan limbah medis dapat diselesaikan di setiap daerah dengan konsep pengelolaan limbah medis berbasis wilayah sesuai amanat Permenkes No. 18/2020 tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasyankes Berbasis Wilayah.
“Untuk Provinsi Jatim, tahun 2020 total limbah medis yang dihasilkan sebanyak 34.891,940 kg, kapasitas pengolahan di fasyankes hanya 6.864 kg. Jasa pengangkutan hanya sebanyak 165. Kondisi tersebut, menyebabkan belum dapat menjangkau semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya fasyankes di daerah Indonesia timur dan daerah terpencil,kepulauan.” jelas Muhajir Effendy

Kondisi saat ini diperparah dengan timbulan limbah medis yang ditaksir akibat penggunaan APD selama pandemi Covid-19. Disisi lain banyak RS yang belum memiliki pengolahan limbah on-site. Potensi risiko infeksi petugas pengelola limbah medis dan daur ulang illegal, biaya pengolahan limbah medis yang meningkat, serta belum meratanya informasi teknologi penanganan limbah Covid-19 yang tepat di masyarakat dan tenaga kesehatan di daerah terpencil.

“Kondisi fasilitas pengolahan yang terbatas inilah yang menyebabkan pengelolaan limbah di daerah khususnya luar Pulau Jawa mengalami kendala dan harus segera kita benahi,” pungkasnya.

Sementara itu, Manager Plant PT. PRIA Mujiono mengatakan, selama musim pamdemi ini, dalam pengolahan limbah naik 100%. Dari sebelum musim pandemi, naiknya pengolahan limbah tersebut berasal dari limbah Medis dari APD contohnya seperti masker, jarum vaksin, sarung tangan dan alat medis lainnya.

”0Selama Bulan Februari ini kami mengolah 200 ton limbah medis . Kalau bulan Januari kemarin 185 ton limbah medis yang berasal dari berbagai daerah, utamanya dari kawasan Timur, seperti, Irian, NTB dan Bali,” Tukas Mujiono, (gia)