Begitu agung amanat UU Pers kepada insan pers dalam menjaga roh kebangsaan. Kemudian kini dibenturkan juga diadu domba dengan buzzer, influencer, kadang dibuat seakan-akan seperti “panggung sandiwara” terjadi blunder.
UVB-76 yang juga diketahui dengan sebutan “lonceng listrik” (Bahasa Inggris: The Buzzer) adalah istilah panggilan dari orang-orang yang mendengarkan stasiun radio bergelombang pendek yang mendengarkan suara dengan tingkat kekerapan mencapai 4625 kilohertz.
Stasiun radio itu menyiarkan tentang suara ini nada dengungan (bantuan·info) yang berulang-ulang, singkat dan selalu seperti itu juga yang lajunya lebih kurang hingga 25 kali tekanan suara tiap menit seharinya .
Kadang-kadang, isyarat suara tersebut mengalami kendatan lalu pusat berlangsungnya pengiriman suara (voice transmission) bertempat di Rusia.
Hal ini dilaporkan sejak tahun 1973 untuk pertama kalinya. Asal usul suara ini telah terdengar secara meluas se-Rusia, tujuan sebenarnya dari suara ini tidak pernah pasti kebenarannya meski terdapat segelintir teori dengan macam-macam kemasukannya hingga berujung dengan sisa-sisa terkaan tanpa bukti.
Buzzer secara harfiah bisa dipahami sebagai pendengung. Belum ada definisi jelasnya di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Buzzer seperti dalam jejak sejarah menggemakan informasi yang dianggap ”bunyi” agar cakupannya semakin luas, tetapi dimodifikasi tanpa bukti.
Buzzer kerap dipakai sekadar untuk bercandaan. Bermuatan sekadar guyon dan ngejek-ngejek. Kemudian ada framing, dan istilah buzzer menjadi sangat negatif. Bahkan membuat influencer keberatan disamakan dengan buzzer.
Sebab, dalam pandangan para Influencer, mereka bekerja sukarela, menulis isu berdasar opini dan informasi yang mereka dapatkan dari berbagai sumber. Buzzer sebaliknya, menulis sesuai pesanan pihak yang merekrut atau memakai jasa mereka. Walaupun pada awalnya, buzzer berkonotasi positif.
Oleh karena itu, supaya mudah membedakan, maka buzzer dan influencer jika sudah keluar dari framing positif, apalagi sengaja menyebarkan hoaks atau propaganda lebih tepat cybercrime.
Padahal, influencer idealnya murni menulis opini. Materi artikel didapat dari berbagai sumber. Pertama adalah data empiris yang dirasakan atau didapatkan langsung oleh influencer tersebut. Kedua, data bisa datang dari sumber tepercaya dalam partai politik atau lembaga yang menjadi sasaran opini mereka.
Pers, buzzer, influencer sepertinya dikondisikan melakukan blunder, melupakan bahwa semua niat perbuatan jahat ya tidak ada istilah lain, kecuali menyebut sebagai kejahatan. Karena kejahatan di dunia maya (siber), maka lebih tepat disebut cybercrime.
Kejahatan dunia maya (Inggris: cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan.
Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara daring, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, violence, dan lain-lain.
Walaupun kejahatan dunia maya atau cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional di mana komputer atau jaringan komputer digunakan untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.
Contoh pertama, kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai alat adalah spamming dan kejahatan terhadap hak cipta dan kekayaan intelektual; Contoh kedua, kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai sasarannya adalah akses ilegal (mengelabui kontrol akses), malware dan serangan DoS. Contoh ketiga, kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai tempatnya adalah penipuan identitas. Sedangkan contoh kejahatan tradisional dengan komputer sebagai alatnya adalah pornografi anak dan judi daring.
Sekedar mengetahui bahwa blunder adalah kesalahan yang disebabkan karena kecerobohan yang tidak diperhitungkan terlebih dahulu. Blunder dalam permainan sepak bola adalah peristiwa dimana pemain (bisa goalkeeper, back dll) melakukan kesalahan sehingga lawan dapat mencetak goal.
Kata blunder tersebut disadur dari bahasa inggris yang memiliki arti “sesuatu dilakukan secara salah atau tidak tepat”. Padanan kata lain dengan arti yang sama yaitu error kata ini digunakan pada situasi yang lebih santai sedangkan ‘blunder’ cenderung ditemukan pada kegiatan formal contohnya rapat umum atau rapat plenokan
Sekretaris Kabinet Pramono Anung, pada Yoube ucapan selamat dan sukses HPN 2021, menekankan mengenai pentingnya kritik dan saran bagi pemerintah. Meski begitu, buzzer kerap menyerang para pengkritik pemerintah, termasuk salah satunya pers.
Diketahui, pada praktiknya, kata Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli, buzzer tidak mengkritik berita yang disiarkan oleh pers. Namun, buzzer kerap melancarkan serangan kepada pers itu sendiri.
Bahkan, fenomena buzzer sudah menyerang narasumber dan menteror pendukung narasumber. Lebih miris lebih menjatuhkan karya jurnalistik sekaligus pembunuhan karakter sang wartawan. Inilah “lonceng kematian demokrasi”. Yang berarti juga ancaman terhadap kemerdekaan pers.
Pesan dari tulisan sederhana ini bahwa kontemplasi pada HPN 2021, ketika media pers (media cetak, media elektronik, media sosial berbadan hukum) terpapar. Para penguasa masih “memainkan suara genderang” seakan-akan semua terjadi karena blunder. (*)