Juliari lalu menunjuk Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan caranya penunjukan langsung para rekanan.
KPK mengungkap ada kesepakatan fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
Untuk fee tiap paket bansos, disepakati sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos yang akan diterima Juliari.
Pada bulan Mei hingga November, Matheus dan Adi kemudian membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan, yang di antaranya Ardian I. M. (AIM), Harry Sidabuke (HS) dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
“Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB (Juliari Peter Batubara) dan disetujui oleh AW (Adi Wahyono),” ucap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers 6 Desember lalu.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee sebesar Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 Miliar.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK (Eko) dan SN (Shelvy N) yang merupakan orang kepercayaan Juliari sekaligus Sekretaris di Kemensos untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari. SN juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Sementara untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober-Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.
Selain Juliari, empat orang lain menjadi tersangka yakni Matheus, Adi, sebagai penerima dan Ardian serta Hari sebagai pemberi.
Juliari disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (sab)