Oleh Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi Wartatransparansi.com
Memasuki bulan Desember atau bulan ke-10 Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) mulai menebar di Indonesia, pada 3 Maret 2020 lalu, maka sejak itu berbagai kebijakan dan keputusan sebagai kondisi darurat terus dilakukan pemerintah.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah melakukan langkah-langkah luar biasa, menembus berbagai protokol ketat anggaran menjadi kelonggaran tanpa syarat. Bahkan berbekal Perppu No 1/2020, pemerintah merombak postur dan alokasi APBN 2020 secara signifikan hanya dengan perpres. Untuk menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan dari dampak Covid-19.
Melalui Perpres No 54/2020, defisit anggaran melonjak drastis dari Rp 307 triliun (1,76 persen dari PDB) menjadi Rp 853 triliun (5,07 persen dari PDB), dengan pembiayaan utang menembus Rp 1.000 triliun.
Kini, ketika virus Corona masih terus bersemi di berbagi daerah, dan masih menjadi ancaman permanen walaupun bersifat sporadis.
Presiden Joko Widodo
saat memimpin rapat terbatas untuk membahas laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, (30/11/2020),
mengingatkan jajarannya di daerah mulai dari gubernur, bupati, hingga wali kota.
Presiden Jokowi mengingatkan dan memerintahkan kepada kepala daerah, untuk memegang penuh kendali mereka di wilayah masing-masing mengenai penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi daerah.
Para kepala daerah dalam hal ini bertugas untuk memberi perlindungan kepada warganya. Mengingat tugas kepala daerah adalah melindungi keselamatan warganya. “Dan juga sudah saya sampaikan, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi,” ujar Presiden Jokowi.
Berdasarkan data terkini dan melihat angka-angka kasus aktif, kesembuhan, kematian, dan beragam indikator lainnya, Presiden menginstruksikan jajarannya untuk memberi perhatian ekstra bagi upaya penanganan di dua wilayah, yakni Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Kedua wilayah tersebut mengalami peningkatan kasus pada beberapa waktu belakangan ini.
Data yang diterima Presiden pada 29 November kemarin, kasus aktif di Indonesia kini berada di angka 13,41 persen. Meskipun angka tersebut masih lebih baik dari angka rata-rata dunia, Presiden tetap meminta jajarannya untuk waspada mengingat angka indikator yang sama pada minggu lalu masih lebih baik di angka 12,78 persen.