APROBI Tegaskan Bahan Bakar Nabati untuk Kemakmuran Bangsa

APROBI Tegaskan Bahan Bakar Nabati untuk Kemakmuran Bangsa

Di luar kedua hal tersebut, menurut Tumanggor, penggunaan biodiesel juga tidak lepas dari adanya tuntutan penurunan emisi gas rumah kaca sebagaimana disepakatai dalam Protokol Kyoto. Di lain pihak, produksi sawit di Indonesia juga merupakan potensi yang besar dalam mewujudkan ketahanan energi.

APROBI Tegaskan Bahan Bakar Nabati untuk Kemakmuran Bangsa

“Kita bisa menggunakan produk nabati kita menjadi energi nasional dan kita juga perlu menuntaskan kemiskinan melalui sawit ini. Inilah beragam alasan kuat mengapa biodiesel perlu diimplementasikan di Indonesia,” tuturnya.

Tak ketinggalan, Tumanggor juga menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya atas peran Presiden RI, Joko Widodo, serta seluruh jajarannya atas komitmennya dalam mencanangkan B30, B40, hingga B100. Terkait kualitas biodiesel, Tumanggor mengatakan, “Masyarakat atau pengguna tidak perlu khawatir. Kualitas B30 sudah teruji dengan cukup baik,” tandas Tumanggor.

Posisi APROBI yang beranggotakan 19 perusahaan disebut Tumanggor hanya berperan sebagai ‘tukang jahit’.

APROBI sebagai produsen biofuel membeli CPO dari masyarakat dan perusahaan untuk diproduksi menjadi FAME yang kemudian dicampurkan dengan solar. Produk akhir ini nantinya akan dikirimkan ke station-station yang sudah ditentukan oleh Kementerian ESDM dan PT Pertamina.

“Agar jangan ada kesimpangsiuran di tengah-tengah masyarakat, seakan-akan produsen ini tadi mengeruk uang yang begitu besar dari uang BPDP, Rp15 triliun atau Rp20 triliun hanya dinikmati oleh 19 perusahaan. Sekali lagi, perusahaan ini hanya sebagai tukang jahit mendapatkan biaya proses produksi sekita saat ini US$90 per ton. Terkait insentif yang didapatkan APROBI, Tumanggor dengan tegas mengatakan, “Dan yang didapatkan oleh APROBI ini bukan dari APBN, tetapi dari BPDPKS yang dihimpun dari dana para eksportir sawit,” tegas Tumanggor. (rls/min)