Jika, KI Pusat bersama KI daerah pernah menggelar peringatan hampir sama dengan saat peringatan pertama di Sofia. Bedanya di Jakarta di antaranya turun ke jalan, meminta perhatian pengemudi di antara lalu lalang kendaraan. Di Sofia digelar di lapangan seperti alun-alun menjadi pusat perhelatan rakyat melakukan semacam tirakat dan menyampaikan amanat. Juga menyampaikan saran dan pendapat kepada pemerintah secara terhormat.
Tentu saja peringatan 18 tahun silam di Sofia, dan 10 tahun lalu di Indonesia, sudah harus diubah, bukan lagi turun ke jalan atau membagikan kembang atau menggelar spanduk di mana-mana. Hanya sekedar ucapan selamat atau sekedar basa-basi. Tetapi mengumumkan kepatuhan dan kepatutan Badan Publik melaksnakan UU KIP dan peraturan perundangan terkait sesuai dengan nafas Keterbukaan Informasi Publik, merupakan tradisi sangat mulia.
Paling tidak sesuai konsideran UU KIP, yaitu;
bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;
b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;
c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik;
d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi;
Jika hari ini ketika RTKD diperingati, maka KI Pusat, KI Provinsi, KI Kab/kota membeberkan informasi yang wajib tersedia dan wajib diumumkan 6 bulan sekali, maka minimal ada 8 pengumuman bisa dijadikan evaluasi, apakah Badan Publik dengan PPID sudah mewujudkan Keterbukaan Informasi Publik dengan disertai pertimbangan secara tertulis.
Demikian juga untuk informasi yang dikecualikan, sesuai dengan amanat pasal 19, yaitu;
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang.
Amanat melakukan uji konsekuensi, dimana kewajiban itu sangat jelas, tegas, dan mengikat. Sebagai upaya melindungi informasi publik yang rahasia.
Beberapa hal mendasar itu jika sudah jadi tradisi pada RTKD, maka akan mengubah budaya tertutup menjadi budaya terbuka. Selanjutnya Badan Publik dengan dikawal KI, siap menerima partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kinerja maupun kemanfaatan dari berbagai program untuk rakyat.
Gerakan ini tentu saja tidak boleh berhenti, tetapi terus digelindingkan dengan berbagai diskusi dengan tema lebih memihak kepada Keterbukaan Informasi Publik, menjadi penguatan Badan Publik serta menjadi sinar terang informasi publik kepada masyarakat luas.
Jauh lebih indah dan bermartabat, jika setiap peringatan RTKD mengumumkan Badan Publik dengan berbagai kriteria sesuai nafas UU KIP, minimal mengacu pada asas dan tujuan, apakah sudah sesuai.
Demikian juga ada kewajiban KI mengumumkan pemohon atau pengakses informasi publik, sebagai mitra Badan Publik mewujudkan cita-cita luhur masyarakat sipil, menjadi masyarakat yang turut membangun Keterbukaan Informasi Publik dengan berpikir kritik konstruktif, sehingga bermuara untuk kesejahteraan dan keadilan masyarakat. Bahkan jika ada pemohon dan pengakses justru menghambat atau merugikan diumumkan secara terbuka.
Mengubah budaya lama, kemudian memperbaruhi dengan nafas lebih profesional dan proporsional dalam Keterbukaan Informasi Publik, akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap KI dan Badan Publik. Kepercayaan di tengah-tengah masa pandemi Covid-19 dengan ancama resesi dan krisis ekonomi hampir di semua sektor akan mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara, serta tidak kalah penting menjaga marwah Indonesia. (jt/bersambung)