Tajuk  

Refleksi Hari Hak untuk Tahu Sedunia (1)

Refleksi Hari Hak untuk Tahu Sedunia (1)
Djoko Tetuko

Sebab amanat pasal 13 sudah jelas, yaitu;
1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:
a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan
b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional.
(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional.

“Perubahan budaya” di Badan Publik, lembaga pemerintah maupun lembaga nonpemerintah, membuka Informasi masih membutuhkan proses panjang bahkan terlalu panjang, mengingat kebiasaan menutup Informasi sudah mendarah daging. Sehingga bukan perkara mudah memulai budaya baru.

PPID sampai kini juga masih menjadi permasalahan, karena banyak PPID belum menguasai dan menjalankan UU KIP, sudah digeser ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain. Juga belum ada sertifikasi PPID maupun standar kompetensi khusus, guna mengawal dan menjaga Keterbukaan Informasi Publik.

Rakornas I di Batam tahun 2010 akhir, dengan segelintir peserta, membuka “budaya baru” dengan melakukan monitoring dan evakuasi. Ketika itu, KI Pusat menggelar event Pemeringkatan Nasioanl untuk lembaga dan kementerian, KI Jatim menggelar event PPID Award, dan KI provinsi lain menggelar event serupa tapi tidak sama.

Sejak UU KIP mulai ada pemohon, dan Jatim muncul tokoh muda bernama Moh. Sidiq dari Sumenep, pertama kali memohon ke Pemerintah Kabuoaten Sumenep, buku Perda APBD lengkap.

Karena waktu permohonan sampai sengketa melalui administrasi di KI Pusat, maka pelaksanaan sidang sengketa informasi digelar KI Pusat, dengan hadir ke Sumenep. Tentu saja, suasana persidangan masih kurang sempurna, tetapi dengan keyakinan bahwa semua pasti bisa.

Ketika itu, Putusan majelis komisioner mengabulkan permohonan Moh Sidiq dengan memerintahkan Pemkab Sumenep memberikan informasi publik yang dimohon. Inilah babak baru, tetapi sayang hingga kini seperti babak perpanjangan waktu, tanpa mampu mengakhiri. Maka jadilah Keterbukaan Infomasi Publik, seperti berhenti tidak menyuarakan Putusan majelis komisioner KI Pusat, sebagai kewajiban Badan Publik mempublikasikan buku APBD lengkap sebagai kewajiban sebagaimana diamanatkan pasal 9 UU KIP.

Amanat pasal 9 berbunyi;
(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala.
(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan
Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
(4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

Sekedar melihat dari luar, kekinian perjalanan KI Pusat, KI Provinsi, KI Kabupaten/Kota, bukan semakin populer dan kesohor sebagai kebutuhan nasional berkaitan dengan Keterbukaan Informasi Publik, di lembaga maupun kementerian. Bahkan KI di beberapa program terkait transparansi anggaran, tidak dilibatkan secara aktif. Inilah harus terus diperjuangkan. Sudah 12 tahun UU KIP disahkan dan 10 tahun diundangkan, seperti kayak baru kemarin. (bersambung/penulis Ketua KI Jatim 2010-2014)