Tajuk  

Pilkada Aroma Corona

Pilkada Aroma Corona
Djoko Tetuko

Jual beli suara seperti di pasar sapi, haul beli jabatan seperti di pasar
tradional. Mereka bukan menjalankan amanat demokrasi, hanya sekedar memilih karena sesuap basi,
bukan suara hati, bukan pilihan kata hati, bukan memilih sesuai dengan hati nurani.

Tentu saja, pembiaran terhadap pelanggaran terbesar di akhir jaman ini, sebuah perusakan akhlaq (budi pekerti) dengan dalih demokrasi sudah membudaya, bahkan sudah menjadi bagian dari relung kehidupan sehari-hari. Menjadi renungan anak negeri mencari kebenaran sejati.

Dan kini, ketika Pilkada serentak di 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota se Indonesia, 9 Desember 2020, di masa pandemi Covid-19, pro kontra atas penyelenggraan pesta demokrasi ini seakan-akan menjadi isu terkini.

NU dan Muhammadiyah beserta Komnas HAM serta masih banyak elemen bangsa termasuk Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), memohon kepada pemerintah untuk menunda Pilkada sampai batas waktu masa pandemi Covid-19 menurun.

Presiden Joko Widodo melalui juru bicara
Fadjroel Rachman, Senin (21/9). mengatakan, Pilkada 2020 tetap digelar tanggal 9 Desember mendatang.

Dimana penyelenggraan Pilkada 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih.

Salah satu alasan Presiden Jokowi tidak setuju Pilkada 2020 ditunda karena tak ada satu negara pun yang bisa memprediksi kapan wabah corona berakhir.

Apalagi negara lain seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan juga menggelar Pemilihan Umum di masa pandemi Covid-19.

Oleh karena itu, pelaksanaan Pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi klaster baru pilkada.

Pilkada aroma Corona, sebuah peringatan semata, apakah bangsa Indonesia masih membiarkan “kebobrokan demokrasi”, “pengingkaran demokrasi”, dan “pembusukan harga diri”.

Hanya waktu yang akan menjawab. Pilkada 2020 aroma Corona, memilih dengan hati nurani dan suara sejati, atau tidak memilih karena memang tidak sehati apalagi sejati.

Pro kontra tentang Pilkada aroma Corona, tinggal menunggu waktu, tetap mengikuti Pilkada karena menambah kekuasaan harta dan tahta. Atau
menolak Pilkada karena sudah tidak lagi memberi arti bagi negeri. (@)