Meneng Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, menetapkan regulasi terbaru itu, pada tanggal 4 September 2020 dan diundangkan 7 September 2020, dengan ketentuan dilaksanakan 7 hari sejak diundangkan atau 14 September 2020, hari ini. Dimana Pergub itu menjelaskan tentang protokol kesehatan berupa kewajiban bagi perorangan untuk menggunakan masker menutupi hidung, mulut, hingga dagu.
Sanksi Administratif tersebut berlaku bagi warga atau individu, jika di jalan atau kerumunan melanggar aturan protokol kesehatan, dengan tidak memakai masker sesuai ketentuan, maka berdasarkan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 53 Tahun 2020 Tentang Penerapan Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), akan kena sanksi denda Rp 250 ribu.
Selain sanksi bagi pelanggar warga dan individu, sanksi denda juga berlaku pada sektor pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum. Dimana wajib menyediakan sarana cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, pengaturan jaga jarak, penyemprotan desinfektan secara berkala, hingga melakukan kegiatan deteksi dini dengan mengukur suhu tubuh atau lainnya. Bagi pengusaha mikro sampai makro, jika melanggar siap-siap kena sanksi denda.
Dimana bagi usaha mikro pelanggaran terkait PK (protokol kesehatan) dikenakan sanksi denda sebesar Rp 500 ribu, usaha kecil Rp 1 juta dan usaha menengah Rp 5 juta serta usaha besar Rp 25 juta.
Tanpa mengurangi rasa hormat, bahwa jika setingkat undang-undang memang berlaku “hukum fiksi”, dimana ketika ditetapkan karena sudah melalui protes pembahasan melalui DPR (untuk undang-undang) atau DPRD (untuk Peraturan Dearah). Juga berlaku ketentuan Sidang Pleno dengan memberikan kesempatan masyarakat menghadiri, maka sejak diundangkan berlaku bagi setiap warga negara, walaupun tanpa sosialisasi masiv.
Tetapi setingkat Peraturan Gubernur (Pergub), apalagi dalam hal ini berkaitan dengan Percepatan Penanganan dan Pengendalian Covid-19, maka jauh lebih elok jika warga diberi hak sesuai Pancasila sila kedua, “Kemanusian yang Adil dan Beradab”, juga sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, ada sosialisasi, ada langkah persuasif, ada gerakan kampanye soal Operasi PK. Tentu ada alasan mengapa dilaksanakan begitu kuat dan hebat?
Mengapa sangat penting? Inpres 6 tahun 2020 memang memerintahkan kepada seluruh pejabat termasuk Gubernur melaksanakan hal ini, tetapi di tengah masa pandemi Covid-19, maka warga memerlukan panggilan untuk bersama-sama gotong royong membantu pengendalikan dan pencegahan Covid-19. Apalagi suasana kebatinan warga sedang mengalami tekanan sosial, ekonomi, budaya dan lainnya, selain masalah ancaman terinfeksi virus Corona.
Hari ini, di beberapa tempat di Jatim, sudah menggelar “Operasi PK”, sekali lagi jauh lebih berkeadilan jika Gubernur bersama Forpimda atau Bupati dan Walikota bersama Forpimda (tidak ada kata terlambat) segera melakukan kampanye massal atau sosialisasi lebih masiv, supaya warga lebih bisa menerima, dan tidak merasa hidup di negeri sendiri, diancam sanksi tanpa ada sosialisasi.