Resesi tahun ini, Amerika Serikat sebagai negara
adidaya, tidak berdaya melawan dampak pandemi virus Corona, setelah perekonomiannya terkontraksi atau minus 32,9 persen pada kuartal II 2020. Dengan kondisi itu Negeri Paman Sam resmi masuk ke jurang resesi karena kuartal I 2020 pun tercatat tumbuh minus 5 persen.
Kondisi ini menempatkan AS ke ekonomi terburuk sejak 1947. Penurunan ekonomi ini disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang turun 34,6 persen secara tahunan.
Dalam ekonomi makro, resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga (deflasi), atau, kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi. Resesi ekonomi yang berlangsung lama disebut depresi ekonomi. Penurunan drastis tingkat ekonomi (biasanya akibat depresi parah, atau akibat hiperinflasi) disebut kebangkrutan ekonomi (economy collapse).
Kolumnis Sidney J. Harris membedakan istilah-istilah atas dengan cara ini. Dimana sebuah resesi adalah ketika tetanggamu kehilangan pekerjaan; depresi adalah ketika kamu yang kehilangan pekerjaan.
Luhut ketika menjadi Keynote Speaker dalam Kickoff Program Bank Indonesia dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Ahad 30 Agustus 2020, menyatakan,
dibandingkan dengan negara-negara maju dan berteknologi tinggi, Indonesia akan lebih cepat dalam melakukan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 (virus Corona).
Dalam obrolan dengan Bank Dunia (World Bank) pada Sabtu 29 Agustus 2020, Luhut mengatakan Indonesia kecepatan pemulihan itu terjadi karena pertumbuhan ekonominya bergantung dengan konsumsi yang kontribusinya mencapai 58 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara itu, Mahfud mengatakan, imbauan Pemerintah untuk hidup normal kembali dengan menyadari COVID-19 kurang efektif karena saat ini masih banyak masyarakat yang tidak mengenakan masker, berkerumun seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Padahal virus Corona ini sangat nyata sebagai musuh atau dapat membahayakan kehidupan sehari-hari.
Mahfud menegaskan, kehidupan ekonomi turun terus. Bahkan awal September disebut dipastikan babak baru resesi ekonomi di Indonesia.
Dalam acara temu seniman dan budayawan Yogya di Warung Bu Ageng, Jalan Tirtodipuran, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Sabtu (29/8/2020), Mahfud
meminta agar masyarakat tidak perlu khawatir. Mengingat resesi bukanlah krisis ekonomi.
Indonesia insyAllah terkendali, mengingat kekuatan ekonomi kerakyatan masih kokoh dan masih menjanjikan. Kecuali ada kebijakan kaku dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Mengapa? Ketika kwartal kedua, dengan pengetatan PSBB maupun PSBB Transisi atau kebijakan sejenis, dengan menyasar pedagang mikro dan menengah, maka dalam hitungan jari, pertumbuhan ekonomi langsung jungkir balik.
Dan, alhamdulillah Indonesia memiliki ekonomi kerakyatan yang mampu menanggulangi resesi. Sebab ekonomi berbasis kerakyatan membuktikan mampu mengatasi resesi maupun krisis model apa saja.
Pengalaman PSBB masa pendemi Covid-19 awal, dengan pengetatan kebijakan sangat kaku, berakibat melumpuhkan ekonomi kerakyatan, terbukti mengoncangkan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, acara administrasi biarkan resesi terjadi. Tetapi dengan protokol kesehatan, jaga jarak, dan jaga kebesihan lingkungan maupun penguatan imun atau ketahanan tubuh, sebaiknya pemerintah dari pusat sampai pelosok membiarkan roda ekonomi kerakyatan tetap berjalan, dengan kebijakan lentur dan memberi nafas berinteraksi secara terukur. InsyaAllah ekonomi Indonesia tetap aman.
Resesi dampak dari pandemi Covid-19, ialah keguncangan dunia secara masiv, sebaiknya Indonesia menyelesaikan dengan resesi (resep selesaikan sendiri) dengan memutar roda ekonomi rakyat secara mandiri. (@)