Bentuk Dewan Pengawas Advokat

Bentuk Dewan Pengawas Advokat
Trio Peradi Surabaya Sikat Advokat Nakal

SURABAYA (WartaTransparansi.Com) – Terjadinya penyimpangan profesi advokat membuat prihatin Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Walau menjadi tiga cabang, Peradi Surabaya sepakat memberangus advokat atau pihak yang mengaku pengacara, dengan membentuk Dewan Pengawas Advokat (DPA) Surabaya.

Komitmen pembentukan DPA Surabaya dimotori oleh tiga unsur Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Surabaya diketuai H. Hariyanto, SH, MH, berikutnya dari kubu Ketua DPC Peradi DR. H. Abdul Salam, SH, MH dan Peradi Surabaya dipimpin DR. Robert Simangungson, SH, MH, Sabtu (22/8/2020) di Surabaya.

Abdul Salam yang mendapat kesempatan awal, menyampaikan, informasi di lapangan dan temuan rekan sesame profesi, ternyata masih ada oknum yang mengaku advokat walaupun dirinya belum kompeten. Artinya, baru mengikuti magang dan ikut PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat) sudah mengaku advokat dan dalam prakteknya melakukan penyimpangan.

Bentuk Dewan Pengawas Advokat“Masak, ada advokat yang belum memahami materi perkara dan bagaimana beracara, sudah menjanjikan menang kepada klien. Belum lagi, trik dan prakteknya jauh dari kode etik dan Undang-Undang Advokat,” tukas, Salam.

Lanjut Salam, juga anggota Dewan Pembina Serikat Media Siber (SMSI) Jatim, kondisi yang cukup menganggu marwa dan martabat advokat, maka rekan-rekan dari kubu Hariyanto dan Robert sepakat dan menyatuh membentuk DPA dengan anggota 9 orang. “Masing-masing ada tiga perwakilan,” paparnya.

Dijelaskan Hariyanto, masyarakat seharusnya perlu tahu dan memahami dalam konteks wadah tunggal advokat yaitu Peradi. “Khan kacau, kalau mengaku advokat tapi belum mengetahui beracara di pengadilan, etik saat mendampingi klien. Contoh, belum ada putusan di tingkat PN, menginformasikan kepada klien akan banding.Selain memang moral, tapi kalau tidak ada yang mengawasi, kasihan para pencari keadilan, yaitu masyarakat,” tandas Hariyanto.

Robert pun sepaham, bahwa dari tiga anggota yang diusulkan menjadi Sembilan orang, selain dari unsur advokat yang sudah beracara minimal 15 tahun, dari tiga unsur Peradi sepakat melibatkan tokoh masyarakt, akademisi, termasuk jurnalis ikut menjadi patner yang memang selasar dengan AD/ ART Peradi

Diingat oleh Poerwanto, advokat senior, sekaligus Wakil Ketua PDC Peradi dari Hariyanto, perlu ada format dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan DPA, sehingga tidak bertabrakan dengan aturan terhadap fungsi pengawasan itu sendiri.

“Prinsip saya setuju, karena kondisi di lapangan sudah mengkhawatirkan. Kalau dibiarkan, bisa merusak profesi advokat dan peradilan hukum bukan lagi sebagai bagian dari profesi terhormat, namun tak beda dengan barbar. Siapa kuat, kuat otot, kuat dana, kuat lobi, akan menguasai. Maka, akan sulit mengapai keadilan yang berkeadilan,” ingat Poerawanto.

Yang jelas, ketiganya kompak akan melaporkan kepada DPN (Dewan Pimpinan Nasional) Peradi, agar bisa mencermati dan mengambil langkah preventif. “Intinya, Surabaya harus berani memulai, termasuk resiko yang akan timbul,” kata Hariyanto. (mat)