Tajuk  

Masih Adahkah Peri-Kemanusiaan dan Peri-Keadilan

Masih Adahkah Peri-Kemanusiaan dan Peri-Keadilan
Djoko Tetuko Abdul Latief

Oleh : Djoko Tetuko (Pemimpin Redaksi WartaTransparansi

Hari ini bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia, 75 tahun silam, suatu masa cukup lama dan nampak kesakralan itu sudah semakin menjauh, nampak juga sudah tua sekali, nampak seperti semua sudah lupa, jika bangsa ini masih memiliki cita-cita mendunia, memanusiakan manusia, menempatkan keadilan di atas tahta dan harta. Menempatkan keTuhanan dalam peribadatan semua agama Yang Esa. Itulah amanat pada Pembukaan UUD 1945.

—-/—-
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawatan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
——/—-

Ada pesan sangat bermartabat bahwa amanat terhadap rakyat berkaitan dengan peri-kemanusiaa dan peri-keadilan

Soekarno (Sang Proklamator) memaknai, “Kita dari republik Indonesia dengan tegas menolak chauvinisme itu. Maka itu di samping sila kebangsaan dengan lekas-lekas kita taruhkan sila perikemanusiaan”.

Pramoedya Ananta Toer (sastrawan), menyoroti dari kecamatan lain, “Seoarang politikus yang tidak mengenal Multatatuli praktis tidak mengenal humanisme, humanitas secara modern. Dan politikuss yang tidak mengenal Multatuli bisa menjadi politikus kejam. Pertama, karena dia tidak mengenal sejarah Indonesia, kedua karena dia tidak mengenal perikemanusiaan, humanisme secara modern, dan bisa menjadi kejam”.

Najwa Shihab (wartawan dan presenter TV), memotret bahwa “Harta, asmara dan ambisi berlebihan, menghalalkan kebiadaban menggerus perikemanusiaan”.