Oleh : Djoko Tetuko (Pemimpin Redaksi WartaTransparansi)
Baru kali pertama dalam sejarah berbangsa dan bernegara, ada peristiwa bersejarah dengan mengambil kebiasaan dari sejarah pula, pidato kenegaraan Presiden selaku Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara, maju 2 hari dari tanggal kebiasaan menjadi pada tanggal 14 Agutsus 2020.
Peristiwa itu memang hanya menjadi catatan saja, tidak perlu diperdebatkan apalagi diberi “bumbu kritik”, walaupun berbau kritik konstruktif. Tetapi kesakralan peristiwa detik-detik menjelang kemerdekaan 1945, kemudian ditradisikan dalam pidato kenegaraan (mungkin) karena masa pandemi Covid-19, maka hal itu semakin sah-sah saja.
Alhamdulillah semua sudah berjalan sebagaimana kebiasaan selama ini, karena memang tidak diatur dalam perintah Undang Undang Dasar atau undang-undang lain tentang pidato kenegaraan itu.
Catatan pendek dari peristiwa itu, pidato kenegaraan maju 2 hari dari kebiasaan rutin setiap 16 Agutsus, dimana dianggap sebagai simbol kesakralan bahwa itulah detik-detik mempersiapkan kemerdekaan pada hari Jumat Legi, 17 Agutsus 1945 (75 tahun silam). Dan mengikuti perubahan, Hari Pramuka juga ikut maju 2 hari, seperti ikut irama kebersamaan diperingati tanggal 12 Agustus 2020.
Catatan kecil dari sekian pengamatan, analisis, juga berbagai bentuk memberikan saran, masukan, kritik konstruktif maupun bentuk atau model lain, mengenai RAPBN. Dimana ada satu hal sangat menarik jika diimplementasi memperkuat pidato Presiden Joko Widodo, yaitu mewujudkan keterbukaan informasi publik atau transparansi dalam pelaksanaan Pemilihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Penguatan Reformasi (PR).
Secara garis besar dalam upaya PEN maupun PR, Presiden sudah menyampaikan sangat lugas dan tegas, juga mempunyai sasaran mencapai program prioritas, terutama mengembalikan kedigdayaan ekonomi mikro maupun makro. Tetapi jauh lebih elok jika dalam menjalankan program secara rinci dan rigit, agar masyarakat merasa ikut memiliki, ikut bertanggung jawab mensukseskan, maka seluruh lembaga dan kementerian sampai tingkat bawah, melakukan transparansi dengan mewujudkan keterbukaan Informasi publik (KIP).
Sebagaimana amanat Undang Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka cukup membeda dengan mempertajam perencanaan, realisasi pelaksaaan, maupun monitoring dan evaluasi sesuai tujuan UU KIP. Dengan harapan, seluruh program akan menjadi gerakan masyarakat, menjadi gerakan kepedulian nasional mensukseskan harapan pemerintahan dan negara. MasyaAllah jika terjadi, seperti bola menggelinding, demokrasi Pancasila akan membuktikan mampu menghadapi jaman situasi apapun dan tekanan maupun tantangan model apapun.
Sebagaimana dipahami bahwa Undang-Undang KIP ini bertujuan untuk:
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Sebagaimana diketahui
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2021 dialokasikan anggaran sekitar Rp356,5 triliun seiring dengan pentingnya kelanjutan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), juga Penguatan Reformasi (PR).
Presiden Joko Widodo saat menyampaikan Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2021 Beserta Nota Keuangannya di Depan Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Provinsi DKI Jakarta, dikutip dari Kominfo RI, Jumat (14/08/2020).
Alokasi anggaran pada RAPBN tahun 2021, menurut Presiden, diarahkan untuk:
Pertama, penanganan kesehatan dengan anggaran sekitar Rp25,4 triliun untuk pengadaan vaksin antivirus, sarana dan prasarana kesehatan, laboratorium, litbang, serta bantuan iuran BPJS untuk PBPU.
Kedua, perlindungan sosial pada masyarakat menengah ke bawah sekitar Rp110,2 triliun, melalui Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Kartu Prakerja, serta Bansos Tunai.
Ketiga, sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda dengan anggaran sekitar Rp136,7 triliun, yang ditujukan untuk peningkatan pariwisata, ketahanan pangan dan perikanan, kawasan industri, pengembangan ICT, pinjaman ke daerah, serta antisipasi pemulihan ekonomi.
Keempat, dukungan pada UMKM sekitar Rp48,8 triliun, melalui subsidi bunga KUR, pembiayaan UMKM, penjaminan serta penempatan dana di perbankan.
Kelima, pembiayaan korporasi sekitar Rp14,9 triliun, yang diperuntukkan pada lembaga penjaminan dan BUMN yang melakukan penugasan.
Keenam, insentif usaha sekitar Rp20,4 triliun, melalui pajak ditanggung pemerintah, pembebasan PPh impor, dan pengembalian pendahuluan PPN.
Sedangkan Infrastruktur Digital
Presiden menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur di tahun 2021 dianggarkan sekitar Rp414 triliun yang utamanya untuk pemulihan ekonomi, penyediaan layanan dasar, serta peningkatan konektivitas. Ia menambahkan bahwa pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa ketersediaan dan berfungsinya infrastruktur digital menjadi sangat penting dan strategis.
Dengan demikian, belanja infrastruktur diarahkan untuk penguatan infrastruktur digital dan mendorong efisiensi logistik dan konektivitas; infrastruktur padat karya yang mendukung kawasan industri dan pariwisata; serta pembangunan sarana kesehatan masyarakat dan penyediaan kebutuhan dasar, seperti air, sanitasi, dan permukiman.
Untuk ketahanan pangan
Presiden menyampaikan bahwa di tahun 2021 dianggarkan sekitar Rp104,2 triliun yang diarahkan untuk mendorong produksi komoditas pangan dengan membangun sarana prasarana dan penggunaan teknologi; revitalisasi sistem pangan nasional dengan memperkuat korporasi petani dan nelayan, dan distribusi pangan serta pengembangan kawasan pangan berskala luas atau food estate untuk meningkatkan produktivitas pangan.
Selain itu, Presiden sampaikan bahwa Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan dengan menargetkan Nilai Tukar Petani atau NTP dan Nilai Tukar Nelayan atau NTN sebesar 102 sampai dengan 104 di tahun 2021.
Sedangkan dukungan terhadap perlindungan sosial di tahun 2021 dianggarkan sebesar Rp419,3 triliun yang diarahkan untuk percepatan pemulihan sosial dan mendukung reformasi sistem perlindungan sosial secara bertahap.
Langkah perlindungan sosial, dilakukan melalui bantuan pada masyarakat melalui Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Bansos Tunai, dan Kartu Prakerja; mendorong program reformasi perlindungan sosial yang komprehensif berbasis siklus hidup dan antisipasi aging population; penyempurnaan data terpadu DTKS dan perbaikan mekanisme penyaluran program perlindungan sosial, serta penguatan monitoring dan evaluasi.
Reformasi sistem perlindungan sosial, menurut Presiden, secara bertahap ini sangat penting dalam mendukung upaya pengentasan kemiskinan ekstrem di tahun 2024.
Pembangunan Pariwisata di tahun 2021, lanjut Presiden, dianggarkan sebesar Rp14,4 triliun yang diarahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi di sektor pariwisata.
Kepala Negara menyampaikan bahwa kebijakan yang dilakukan melalui pemulihan pariwisata, dengan pengembangan destinasi pada 5 fokus kawasan: Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang; pengembangan aspek 3A: atraksi, aksesibilitas, dan amenitas serta peningkatan pada 2P: promosi dan partisipasi pelaku usaha swasta; pendekatan storynomics tourism yang mengedepankan narasi, konten kreatif, living culture, dan kekuatan budaya; serta pemanfaatan skema KPBU dalam membangun pusat-pusat hiburan, seperti theme park yang akan menyerap banyak wisatawan.
Berbagai kebijakan belanja negara secara keseluruhan diharapkan dapat mendorong tercapainya sasaran pembangunan pada tahun 2021, yakni tingkat pengangguran 7,7-9,1 persen, tingkat kemiskinan di kisaran 9,2-9,7 persen, dengan menekankan pada penurunan kelompok miskin ekstrem, tingkat ketimpangan di kisaran 0,377-0,379, serta indeks pembangunan kualitas manusia (IPM) di kisaran 72,78-72,95.
Pidato Kepala Negara sudah memaparkan bahwa menghadapi situasi dan kondisi terpuruk akibat pandemi Covid-19, sudah memuaskan banyak pihak.
Namun, jauh lebih punya arti sekaligus memberi semangat bagi masyarakat luas, pelaksanaan program hebat dan bermartabat, jika PEN dan PR dengan beberapa prioritas bidang maupun sektor, lebih detail dalam hal transparansi (dalam hal ini) mewujudkan keterbukaan informasi publik dengan cerdas, profesional dan proporsional, sehingga akan menjadi sebuah kebersamaan berbangsa dan bernegara, sebagai cita-cita luhur, kinerja pemerintahan dan rakyat menyatu padu, akan menjadi kenyataannya. Itulah gilang gemilang pemerintahan di era Reformasi jika terbukti. InsyaAllah. (jt)