Presiden menyatakan bahwa di era pandemi COVID-19 yang menyebabkan krisis kesehatan dan krisis ekonomi ini, jiwa dan karakter seperti Pandu butuhkan.
Inti dari proses penggemblengan dan pembekalan sebagai Pramuka dengan mengkokohkan “ketahanan, ketangguhan dan kesederhanaan”. Tentu saja sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, harus peduli terhadap masyarakat sekitar, peduli terhadap kepentingan bersama, harus saling membantu dan bergotong royong menyelesaikan masalah bersama-sama.
Bila gerakan kedisiplinan dan kepedulian itu terus dijalankan, Presiden Jokowi yakin Indonesia dapat menghambat penyebaran COVID-19 dan mengurangi risiko dampak lain.
Gerakan Pramuka Indonesia lahir pada 14 Agustus 1941, tapi karena pada 14 Agustus 2020 Presiden Joko Widodo memberikan pidato kenegaraan di DPR, maka Ketua Kwartir Nasional Pramuka Budi Waseso pun menggeser peringatan hari Pramuka tersebut.
Sebutan internasional untuk gerakan Kepanduan adalah Scouting atau Scout Movement. Gerakan ini dicetuskan oleh Robert Baden-Powell, seorang anggota angkatan darat di Inggris. Antara tahun 1906-1907, ia menulis buku Scouting for Boys. Inti buku ini merupakan panduan bagi remaja untuk melatih keterampilan dan ketangkasan, cara bertahan hidup, hingga pengembangan dasar-dasar moral.
Robert Baden-Powell melalui buku itu menyebarkan ke seluruh dunia dan menjadi gerakan Kepanduan, yang di Indonesia disebut dengan Pramuka. Hari lahir Robert Baden-Powell yakni tanggal 22 Februari 1857,
diperingati sebagai Hari Pramuka Internasional.
Dalam keikutsertaan dalam berbangsa dan bernegara, Kwarnas berharap rencana revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka dapat terus dilanjutkan oleh DPR dan pemerintah.
Dimana, Undang-undang hasil revisi tersebut diharapkan dapat menangkap kebutuhan masa kini dan masa depan yang pada akhirnya mampu menjadikan Gerakan Pramuka sebagai organisasi mandiri dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat.
Hari ini, Hari Pramuka, ialah sebagai refleksi bersama bahwa jiwa kepanduan sebuah simbol penggemblengan jiwa profesional dan proporsional, sejak pramuka siaga sampai ajal memisahkan sang Pandu dari kehidupan dunia.
Selalu mengedepankan ketahanan dalam situasi dan kondisi apapun, ketangguhan dalam menghadapi tekanan maupun tantangan apa saja, juga selalu memilih kesederhanaan dalam bersosial dan berkomunikasi. Itulah Pandu sejati. Selalu TTS bukan (Teka Teki Silang), tetapi (Tahan, Tangguh, Sederhana).
Dalam masa krisis seperti sekarang memperkuat;
Ketahanan Jiwa, Raga, dan Mental, Ketahanan Pangan (ekonomi), Ketahanan Berbangsa dan Bernegara (Persatuan Indonesia), Ketahanan dalam Gotong Royong (sosial), dan Ketahanan Bermusyawarah Mufakat (demokrasi, politik).
Ketahanan dalam berbagai aspek kehidupan akan melahirkan Ketangguhan menghadapi berbagai kesulitan dalam ekonomi, politik, sosial dan budaya. Serta ketangguhan dalam menjalankan kehidupan beragama karena iman.
Buah dari ketahanan dan wujud dalam ketangguhan, akan mengalir kehidupan sederhana dengan cerminan budaya kesederhanaan dalam berbagai aspek kehidupan. Tetapi memegang kuat dan kokoh, dengan keyakinan, kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Itulah sesungguhnya kekuatan besar dari TTS. Dan dengan mewujudkan TTS bangsa dan negara Indonesia akan terselamatkan dari ujian apa saja. InsyaAllah. (Jt)