Bahwa tertib administrasi kebijakan publik, juga melakukan SWOT analisis, akan semakin baik karena seluruh hasil pemetaan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat harus tertulis dengan jelas dan tegas.
SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu perencanaan besar seperti persiapan kehidupan normal baru, proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). SWOT akan lebih baik dibahas dengan tabel yang dibuat dalam kertas besar, sehingga dapat dianalisis dengan baik hubungan dari setiap aspek.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (“PERPU”) disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”):
“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.”
Penetapan PERPU yang dilakukan oleh Presiden ini juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (“UU 12/2011”) yang berbunyi:
“Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”
Dari bunyi kedua pasal di atas dapat diketahui bahwa syarat presiden mengeluarkan PERPU adalah dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Subyektifitas. Presiden. menjadi syarat ditetapkannya sebuah PERPU. Kedudukan PERPU sebagai norma subjektif juga dinyatakan Jimly Asshiddiqie:
“Pasal 22 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk secara subjektif menilai keadaan negara atau hal ihwal yang terkait dengan negara yang menyebabkan suatu undang-undang tidak dapat dibentuk segera, sedangkan kebutuhan akan pengaturan materiil mengenai hal yang perlu diatur sudah sangat mendesak sehingga Pasal 22 UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan peraturan pemerintah pengganti undangundang (Perpu)” (Asshiddiqie, 2010: 209)
Ukuran objektif penerbitan PERPU baru dirumuskan oleh Mahkamah Konstitusi (“MK”) dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Berdasarkan Putusan MK tersebut, ada tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan PERPU, yaitu: Adanya keadaan yaitu ;
1. kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU 12/2011, PERPU harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikut. Yang dimaksud dengan “persidangan berikut” menurut penjelasan Pasal 52 ayat (1) UU 12/2011 adalah masa sidang pertama DPR setelah PERPU ditetapkan. Jadi, pembahasan PERPU untuk di DPR dilakukan pada saat sidang pertama DPR dalam agenda sidang DPR setelah PERPU itu ditetapkan untuk mendapat persetujuan atau tidak dari DPR.
Kehidupan normal baru (new normal), baik dengan transisi maupun langsung dilaksanakan supaya mempunyai kekuatan hukum, sekaligus penguatan pemerintah dalam menjaga keseimbangan kehidupan berbangsa dan bernegara, setelah diporak porandakan virus Corona, sehingga pilihan sebagai payung hukum dalam situasi dan kondisi sangat memprihatinkan san mengkhawatirkan, maka diperlukan PERPU.