Tarekat, Generasi Muda Ditengah Pandemi

Tarekat, Generasi Muda Ditengah Pandemi
Dr. H. Muhtadi Mahfudh,M.Ag

Oleh : Dr. H. Muhtadi Mahfudh (Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Darul ‘Ulum Jombang)

Peran Tarekat

Kehadiran tarekat di tengah-tengah kehidupan masyarakat, memberi peran penting terutama penyadaran akan arti pentingnya melanggengkan wirid, yaitu suatu amalan yang dilaksanakan secara terus-menerus (istiqamah) pada waktu tertentu dan dengan jumlah bilangan tertentu, seperti setiap selesai mengerjakan shalat lima waktu, atau waktu tertentu yang lain (Abdul Aziz Masyhuri, 2014).

Tarekat juga berperan menjaga harmonisasi antara kehidupan jasmaniah yang bersifat materialistik dengan kehidupan rohaniah yang bersifat spiritualistik. Menjaga keseimbangan ini dirasa penting di tengah berbagai tantangan kehidupan masyarakat modern yang tengah dilanda berbagai kenyataan pahit, mulai dari Covid 19, krisis ekonomi, krisis moral, dan krisis kesadaran serta perilaku hedonistik. Tarekat sebagai orde sufisme telah memainkan perannya dalam ikut serta menjaga keseimbangan sosial dimaksud (Said Agil Siradj, 2004)

Di tengah kegalauan bahwa materi bukan satu-satunya penyebab kebahagiaan, muncullah ajaran tasawuf yang mengajarkan agar manusia  bisa menemukan kebahagiaan lewat doa dan dhikir, dengan tidak melupakan mencari rizki sebagai bagian kehidupan manusia yang mesti dijalankan. Ajaran agama, juga menganjurkan pentingnya adanya keseimbangan di dalam menakar kehidupan, Allah SWT berfirman, al-Qashash ayat 77 yang artinya: Carilah kehidupan ukhrawi, tapi jangan melupakan kehidupan duniawi.

Tarekat mengajarkan akhlak al-Karimah yang bisa menjadi pedoman bagi setiap individu di dalam segala aktifitasnya, tarekat memberikan nuansa apa dan bagaimana yang seharusnya dilakukan, tarekat memberi  pedoman moralitas yang di dalam perilaku bisnis, politik, dan berbagai kehidupan yang lain. Menurut Nurcholish Madjid, bahwa tarekat yang ada sekarang merupakan hasil dari penyelarasan antara ahl al-Bawatin dan ahlu al-Dhwahir, sehingga sesungguhnya tidak terlampau dikuatirkan.

Tasawuf dengan segala manifestasinya dalam gerakan-gerakan tarekat itu, pada prinsipnya adalah hasil ijtihad dalam usaha untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Sebagai hasil ijtihad untuk mendekatkan diri kepada Allah, dapat benar dan dapat pula salah, dengan pahala ganda bagi yang benar dan pahala tunggal bagi yang salah. Maka  tidak dibenarkan sikap pro-kontra yang bernada saling menyalahkan orang lain dan menganggap dirinya yang paling benar (Nurcholish Madjid, 2008).

Jika dicermati dengan baik, adanya perbedaan dalam mengimplementasikan ajaran tarekat itu hal yang biasa, misalnya tarekat pada kemurshidan Kiai Kholil Rejoso, untuk bisa menjadi murid tarekat, minimal harus berusia 40 tahun dan memahami syareat dengan baik.

Hal yang sama terjadi pada awal kemurshidan Kiai Romli Rejoso, namun pada akhirnya juga memperbolehkan menjadi murid tarekat dari generasi muda dan orang awam. Menurut pesan dari mbah Hasyim Asy’ari, masalah syareat bisa dipelajari bersama setelah menjadi murid tarekat, mengingat tarekat apapun yang tidak sesuai dengan syareat, tergolong tarekat yang sesat.

Sungguhpun pada kenyataannya bahwa mayoritas jamaah tarekat terdiri dari  usia lanjut (40 tahun lebih) tidak berarti adanya larangan bagi generasi muda untuk ikut baiat. Minimnya generasi muda dan kelompok tertentu masuk tarekat, lebih disebabkan karena adanya anggapan bahwa, tarekat itu amalan khusus orang tua, takut tidak bisa istiqomah, amalannya terlalu berat, masih banyak kesibukan duniawi, dan alasan serupa yang lain. Alasan tersebut sangatlah dimaklumi, mungkin mereka belum tahu ajaran tarekat secara baik dan benar.

Tidaklah demikian bagi generasi muda dan kelompok tertentu yang sudah menjadi murid tarekat, ajaran tarekat bisa diamalkan dengan istiqamah dan aktivitas kesehariannya tidak terganggu. Bahkan mereka merasa lebih tenang dan nyaman jika dibanding dengan sebelumnya, walaupun pada awalnya mereka mengaku ada sedikit kesulitan dalam melakukannya.

Pada kemurshidan Kiai Musta‘in, ada semacam dakwah (ajakan) secara halus terhadap para pejabat pemerintah, orang awam, dan generasi muda, untuk ikut baiat menjadi murid tarekat. Menurutnya, dirasa penting untuk membekali mereka agar hatinya terisi dengan dzikir kepada Allah SWT.