Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak peduli dengan maraknya pencemaran di wilayah pesisir dan laut yang disebabkan oleh limbah tambak udang.
Di Kabupaten Bangkalan misalnya nelayan dan petambak tradisonal dirugikan dengan ulah petambak di pesisir utara Bangkalan di sisi laut Jawa tepatnya di sekitar Desa Bumianyar, Kecamatan Tanjung Bumi, Desa Mrandung dan Desa Bator Kecamatan Klampis serta Desa Labuhan Kecamatan Sepulu. Sedikitnya enam perusahaan telah mencemari lingkungan pesisir dan Laut Jawa.
Akibatnya, nelayan yang biasa menangkap ikan tidak jauh dari pinggir pantai harus ketengah laut untuk bisa memperoleh ikan. Artinya kapal nelayan harus menghabiskan banyak biaya operasional untuk mencapai fishing ground di tengah laut.
Demikian pula halnya tambak tradisonal di pesisir Bangkalan usahanya yang turun temurun, mati karena bahan baku air laut tercemar berat. Bukan hanya merugikan nelayan dan petambak tradisonal, limbah tambak tersebut mengancam pula kawasan konservasi.
Pencemaran yang dilakukan oleh aktivitas tambak udang di Bangkalan selain melanggar Pasal 104 Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, aktivitas pembuangan limbah budidaya udang langsung ke laut juga berdampak pada kawasan konservasi dan kelangsungan hidup biota laut sebagaimana diatur Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 1 tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisisr dan Pulau Pulau Kecil pasal 34 ayat a yaitu Bangkalan termasuk dalam Zona Konservasi (NLP 3504-03 dan NLP 3504-08).
Aktivitas illegal tersebut juga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor p.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) No Kep.02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik.
Hasil temuan dan investigasi LBH-Mariritm Indonesia di lapangan menemukan fakta telah terjadi penyalahgunaan perijinan tambak udang yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Perusahaan tersebut tidak mengoperasikan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL). Air limbah tambak yang mengandung NH3, fosfor dan sedimen karbon organik yang sangat berbahaya bagi lingkungan itu hanya ditampung di kolam penampungan sementara sebelum di buang ke laut.
Pencemaran limbah tambak udang sudah menjadi hal yang serius di Jawa Timur. Bukan hanya terjadi di Bangkalan tetapi menyeluruh di 22 kabupaten kota yang memiliki laut.
Ratusan petambak baru di pantura dan Pantai selatan Jatim yang dalam 5 tahun terakhir ini bermunculan umumnya tidak memiliki IPAL yang memadai. Di kawasan wisata Banjulmati, Desa Gajahrejo kabupaten Malang misalnya, pengusaha tambak tidak memiliki penampungan limbah yang sudah ditentukan dalam persyaratan KKP.
Termasuk diantaranya di pesisir Trenggalek, Pacitan, Banyuwangi. Laut menjadi tempat pembuangan limbah beracun dan berbahaya bagi biota laut.
LBH-Maritim sudah pernah melaporkan kejahatan lingkungan ini ke gubernur Jawa Timur, tembusan Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup serta Gakkum KLHK, Pemkab Bangkalan akan tetapi tidak ditanggapi serius. Ini bukti bahwa Pemprov Jatim tidak peduli dengan pencemaran.
LBH Maritim menganggap perusahaan pembudidaya yang mencemari laut tidak konsisten menerapkan SOP KKP dalam persyaratan Budidaya Ikan yang Baik dan Benar. Sehingga sertifikat tersebut seharusnya dicabut atau dibatalkan. Pemprov Jatim maupun Kabupaten jangan diam dan harus berani menindak tegas usaha tersebut dengan dasar kejahatan lingkungan.
(Oki Lukito -Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim dan Perikanan & Sekjen LBH Maritim Indonesia)