Oleh : Dr Imam Syafii M.Kes
Semenjak muncul pendapat pro dan kontra sholat berjama’ah di masjid, penulis mencoba melakukan pengamatan pada 3 masjid yang masih menyelenggarakan sholat berjama’ah di Desa Wedoroklurak Candi Sidoarjo.
Sejak 1 April, penulis mulai melakukan pengamatan terhadap 3 masjid tersebut. Selama 3 bulan penulis sendiri sholat berjama’ah di masjid komplek perumahan.
Penulis selalu memonitor dalam setiap minggunya apakah ada jama’ah yang terpapar Covid-19 di masid tersebut. Dan sampai bulan ketiga belum mendapatkan informasi ada jama’ah yang terpapar.
Sedangkan, kejadian dalam keluarga penulis di Bangkalan memberikan gambaran bahwa tidak selamanya orang yang berdiam di rumah digaransi bebas dari penularan penyakit. Faktanya, salahsatu keponakan penulis, yang tinggal di Desa terpapar Covid-19. Ia sebagai ibu rumah tangga yang tidak pernah ke mana-mana, stay at home. Tes 1 dan 2 negetif tapi tes 3 positif. Dan sudah 3 minggu dikarantina di rumah sakit Bangkalan.
Sementara adik penulis, yang bekerja sebagai jurnalis dan hampir setiap hari meliput pemberitaan Covid-19 di Bangkalan, sampai saat ini masih diberikan kesehatan, terbebas dari virus asal Wuhan itu.
Begitu juga dengan adik penulis yang bekerja sebagai perawat di RSI Haji Surabaya. Logikanya, kedua adik penulis seharusnya lebih berpotensi terhadap penularan pandemi ini.
Dua fenomena di atas, sebenarnya tidak lepas dari takdir seseorang. Sebagai manusia beriman, kita wajib berikhtiar, berdoa dan waspada. Kalaupun nanti kita terjangkit, harus bisa menerimanya sebagai takdir yang memang tidak bisa dielakkan.