Oleh : DjokobTetuko (Pemimpin Redaksi Transparansi.com)
Tidak berlebihan jika konsep kehidupan baru mulai dikenalkan dengan istilah “new normal” (kehidupan normal baru) menyesuaikan dengan keadaan pada saat masa pandemi Covid-19, dengan melakukan beberapa perubahan model dan gaya hidup.
Tawaran sekaligus setengah pemaksaan karena dihadapkan pada upaya memerangi penyebaran virus sebagai cikal bakal penyakit sangat membahayakan, maka mau tidak mau harus mengikuti dengan senang atau karena terpaksa.
New Normal seperti kacang goreng laku keras sebagai ide pemulihan proses melawan Covid-19, sehingga semua seperti menyaksikan pertunjukan main sulap, terhipnotis, ikut menawarkan barang dagangan ini.
Keranjingan terhadap tatanan baru atau alternatif baru, setelah babak belur menerima doktrin baru sebuah kehidupan “sejahtera” bersama virus Corona sah-sah saja. Apalagi dihadapkan permasalahan tanpa pilihan, juga dengan manis menyuarakan tutur kata dan kalimat indah bernada ancaman berirama tekanan.
Menurut Paul Horton dan Chester L. Hunt perilaku keranjingan adalah perilaku ketagihan individu pada suatu hal. Keranjingan berbeda dengan kebiasaan. Keranjingan sangat susah dihentikan dan cenderung memberikan efek psikologis pada individu. Selain itu, keranjingan terjadi dalam jangka waktu yang lama dan terus-menerus.
Potret pengamatan pada penulisan ini, bahwa kehidupan di rumah dengan tetap menerima upah, tetap mendapat stempel ibadah sangat mulia, dan aktifitas lain. Sementara perubahan suasana dengan pemberlakuan “jam malam” atau model lain juga mendapat predikat kenikmatan yang patut disyukuri.
Penguatan dari pengamatan proses terbentuknya perilaku keranjingan kehidupan new normal, terutama faktor-faktor apa yang mempengaruhi terbentuknya perilaku keranjingan tersebut
Kekuatan aktifitas pribadi dalam Teori Aktifitas Kelompok Sosial, sebagaimana dikemukakan oleh George C.Homan bahwa kelompok terbentuk karena individu-individu melakukan aktivitas bersama secara intensif, sehingga memperluas wujud dan cakupan interaksi di antara mereka. Pada akhirnya, akan muncul sentimen (emosi atau perasaan) keterikatan satu sama lain sebagai faktor pembentuk kelompok sosial.
Contoh : warga A dan warga B yang sama-sama mengikuti model kerja dan ibadah dari rumah, makin hari makin dekat seiring berjalannya waktu akan menjadi kebiasaan, dan dalam proses keranjingan akan menjadi tradisi, dari intensitas interaksi yang intensif maka akan menjadi pintu gerbang budaya atau bahkan ajaran baru.
Sementara itu, Kenormalan Baru, Normal Baru atau New Normal adalah sebuah istilah dalam bisnis dan ekonomi yang merujuk kepada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan 2007-2008, resesi global 2008–2012, dan pandemi COVID-19. Sejak itu, istilah tersebut dipakai pada berbagai konteks lain untuk mengimplikasikan bahwa suatu hal yang sebelumnya dianggap abnormal menjadi hal umum atau biasa-biasa saja atau normal.
Sebagaimana GridHEALTH.id memaknai new normal disebut-sebut menjadi era setelah adanya pandemi Covid-19. Sebuah kebetulan atau ada skenario besar menumpang gerbong Covid-19 dengan masinis diserahkan ke pasar bebas.
Istilah new normal muncul di Indonesia setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan masyarakat harus bisa berkompromi, hidup berdampingan, dan berdamai dengan Covid-19 agar tetap produktif.
Dengan demikian, pemerintah akan mengatur agar kehidupan masyarakat agar dapat kembali berjalan normal, inilah yang kemudian disebut Jokowi sebagai new normal.
Menganalisa new normal, maka tidak lepas dari komunikasi publik. Sedangkan menurut
Karakteristik Komunikasi, kelompok memiliki beberapa karakteristik penting diantaranya adalah sebagai berikut :
Kelompok memiliki beragam tujuan untuk menjaga keberadaannya dan masing-masing memiliki gaya tersendiri untuk menjalankannya.
Interaksi dalam kelompok bersifat saling ketergantungan, ukuran, serta durasi waktu yang membedakannya dengan kelompok individu pada umumnya.
Tujuan kelompok serta tujuan anggota kelompok dinyatakan dan saling berinteraksi dalam bentuk yang dapat berdampak pada kesuksesan.
Perbedaan jenis kelompok dikarenakan adanya perbedaan dalam tujuan misalnya sosial, belajar, perkembangan pribadi, dan pemecahan masalah.
Atruran-aturan kelompok, norma-norma, peranan, pola interaksi, dan metode pengambilan keputusan dapat membentuk cara anggota kelompok berinteraksi dan berpengaruh pada produktivitas dan kepuasan.
Faktor-faktor budaya berpengaruh terhadap berjalannya sebuah kelompok.
Perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak tertutup kemungkinan mengubah hal-hal tidak normal menjadi
normal apalagi mendapat stempel new normal, walaupun jelas -jelas bid’ah. Bahkan melanggar ajaran agama.
Bid’ah (bahasa Arab: بدعة) adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambah atau mengurangi ketetapan. Secara istilah linguistik, ini memiliki arti yang berhubungan dengan inovasi, pembaruan, atau bahkan doktrin sesat
Sebagaimana riwayat dari Jabir bin Abdillah,, “Jika Rasulullah berkhutbah matanya memerah, suaranya begitu keras, dan kelihatan begitu marah, seolah-olah beliau adalah seorang panglima yang meneriaki pasukan, ‘Hati-hati dengan serangan musuh di waktu pagi dan waktu sore’. Lalu dia bersabda, ‘Jarak antara pengutusanku dan hari kiamat adalah bagaikan dua jari ini.’ Beliau berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuknya. Lalu beliau bersabda,