Pemerintah dan DPR Belum Sepaham Soal New Normal

Pemerintah dan DPR Belum Sepaham Soal New Normal
Menteri Koordinator Ekonomi Airlangga Hartarto

JAKARTA (WartaTransparansi.com) – Pemerintah dan DPR agaknya belum sepaham tentang pemberlakuan new normal agar ekonomi segera pulih. Pemerintah menganggap tatanan kehidupan baru perlu segera diberlakukan meskipun masih terbatas. Namun DPR menilai berdasarkan kasus yang masih tinggi, maka menuju tatanan baru belum waktunya dilakukan.

“Pemerintah tengah menyiapkan skenario pelaksanaan protokol tatanan normal baru yang Produktif dan Aman Covid-19. Dua program yang dirancang secara bersamaan, yaitu Exit-Strategy Covid-19 yang dimulai secara bertahap pada setiap fase pembukaan ekonomi dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020.

“Pemerintah membuat rencana agar kehidupan berangsur-angsur berjalan ke arah normal, sambil memperhatikan data dan fakta yang terjadi di lapangan. Data tersebut tentu akan dikoordinasikan dan bermuara di BNPB,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam jumpa pers  di Jakarta, Rabu (27/5/2020).

Dikatakan,  rapat terbatas kabinet membahas mengenai Indikator Kesehatan di seluruh daerah di Indonesia berdasarkan Reproduction Rate (RT) dan perkembangan kasus baru. Dari hasil penilaian berdasarkan indikator Kesehatan dan Kesiapan Protokol didapatkan beberapa informasi.

Diantaranya, ada 110 Kabupaten/Kota yang belum pernah terinfeksi Covid-19 atau sudah tidak ada kasus positif. Itu adalah data BNPB.

Upaya yang harus dilakukan adalah mempertahankan wilayah yang berstatus Zona Hijau agar tetap terbebas dari Penyebaran Covid-19 serta memulihkan Kembali Kegiatan Ekonomi namun tetap memperhatikan penerapan Protokol Normal Baru.

Ada 8 Provinsi yang sudah siap menuju new normal yakni Aceh, Riau, Kalimantan Utara, Maluku Utara, Jambi, DKI Jakarta, Bali, dan Kepulauan Riau.

Ada juga Daerah/Wilayah yang menurut analisis tren yaitu Semarang (Jawa Tengah) dan berdasarkan analisis tingkat Kelurahan/Desa Jawa Barat, sebagian Jawa Barat yang berada sekitar Jakarta dengan kontribusi ekonomi yang signifikan siap dibuka.

Sementara itu anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengatakan, kebijakan new normal belum semestinya diberlakukan pemerintah saat ini, karena jumlah pertambahan kasus yang masih cukup tinggi. Rata-rata 400 kasus positif virus Corona bertambah setiap hari. Bahkan pada tanggal 21 Mei lalu, terjadi peningkatan kasus positif corona sebanyak 973 orang.

“Saat ini saja, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) belum bisa dikatakan efektif, masih banyak masyarakat beraktifitas keluar rumah tanpa masker atau tanpa jaga jarak,” kata Anis saat mengomentari rencana pemberlakuan New Normal yang tengah disosialisasikan oleh pemerintah.

Politisi dapil DKI Jakarta I ini juga menyoroti kesiapan pemerintah dalam menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai. Dengan kurva yang masih naik dan aktivitas masyarakat yang akan kembali dibuka, kemungkinan penambahan pasien positif dalam jumlah besar akan sangat nyata.

“Jika pemerintah memaksakan diri menerapkan new normal, menurut saya justru akan mengkhawatirkan. Sebab, peningkatan aktivitas masyarakat akibat kebijakan itu bisa berpotensi menambah jumlah kasus virus Corona di dalam negeri,” imbuhnya.

Selain itu menurunya, ketika new normal diberlakukan secara efektif, daya angkat industri terhadap perekonomian tidak akan sama dan tidak akan sekuat sebelum pandemi Corona terjadi. Karena new normal diberlakukan dengan protokol kesehatan yang ketat, dimana physical distancing tetap dilakukan dan para pekerja yang berusia di atas 45 tahun tidak bisa masuk kerja.

“Faktor  ini akan mempengaruhi struktur pekerja di perusahaan-perusahaan,” tandas Anis.

Ia menegaskan pemerintah harus benar-benar melakukan kajian yang matang soal skenario dan dampak new normal kepada kesehatan masyarakat dan perekonomian. Ia mengingatkan, jangan sampai tujuan new normal malah seperti jauh panggang dari api. “Jangan sampai pemberlakuan kebijakan new normal membuat jumlah kasus justru makin bertambah dan membuat  pemulihan ekonomi menjadi makin lama untuk Indonesia,” tutup Anis. (sam/din)

O