Oleh Gus Mudjib Mustain, Dr. SH,MSi (Dosen FISIPOL Undar Jombang)
Tanpa kita minta ternyata Pandemi Cov 19 mampir dan lumayan kerasan pelesir diIndoensia. Ada yang takut dan galau bagaimana menghadapi agar tetap aman selamat. Pemerintah telah membuat keputusan beberapa daerah melaksanakan PSBB.
Sebelumnya hanya himbauan bermasker, jaga jarak fisik, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, semprot disinfektan. Beberapa saat kemudian Menag, MUI dan NU menyusul membuat maklumat solat Jumat, Tarawih, Taddarus, Solat Idul Fitri dilakukan di rumah.
Bahkan tak ketinggalan Prov Jatim beristighosah melalui live streaming.Penulis salut dan apresiasi apa yang sudah dilakukan pemerintah dan lembaga agama islam. Namun muncul geliat dalam batin bagaimana sebenarnya peran Iman, Ilmu dan Akal menghadapi wabah ini? Apakah galau, takut, gembira atau justru puas?
Akal
Penulis yakin musibah apapun yang terjadi di bumi ini Allah pasti tahu sesuai firman:
مَاۤ اَصَا بَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ اِ ا لَّ بِاِ ذْنِ اللّٰ وَمَنْ يُّؤْمِنْ بِا للِّٰٰ يَهْدِ قَلْبَ ه وَا للُّٰٰ بِكُ لِ شَيْءٍ عَلِيْ م
Artinya:
“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. 64:11).
Kita tidak bisa menghadapi pandemi yang terjadi sekarang hanya dengan akal meski akal merupakan pemberian GustiAllah yang menjadi kekuatan manusia. Akal dalam hayatul qulub ada 10. yang nampak:
- Man somata naja Diam
- Hilmun perilaku Santun
- Tawadlu Tunduk Rendah Hati
- Amar Ma’ruf
- Amal Soleh.
Sedangkan yang tidak nampak:
- Tafakur Mikir
- Mengamati pelajaran
- Merasa banyak dosa dan banyak lalai
- Takut pada Allah
- Merasa hina tidak pantas
Bekal yang berharga dari akal yang tidak nampak diantaranya tafakur atau mikir. Mikir membuat manusia dapat mengolah kehidupan menjadi sempurna. Akal merupakan modal agar manusia mau bergerak mencari ilmu. Dengan ilmu manusia bisa mendapat apa yang diingini. Ada yang hanya menginginkan dunia ada yang akhirat atau keduanya. Meski sebenarnya segala ilmu haruslah bertujuan hikmah menemukan Tuhan (QS. 2:269).
Ilmu
Tidak dapat dipungkiri ilmu pengetahuan amat penting bagi manusia, bagi kita. Sampai Ahmad Ibnu Hanbal mengatakan akan mencari ilmu hingga ke liang kubur dengan membawa pena dan tinta sampai ke sana (Arifin, Yanuar. 2016:54).
Saat ini ilmu kedokteran dianggap dapat menyelesaikan masalah ternyata masih belum menemukan ramuan ‘cespleng’ yang bisa menyembuhkan. Dibutuhkan bidang ilmu lain
yakni ilmu kevirusan agar dapat mencegah persebaran. Sampai saat ini kedokteran dan kevirusan sudah menjalankan kelebihan dan fungsi masing-masing. Hasilnya, terbukti manusia hanya mampu sebatas ihtiar. Ada yang berhasil ada yang gagal. Ihtiar yang bisa berganti model satu dengan model lain.
Model pertama pakai masker, cuci tangan, semprot disinfektan. Berganti ihtiar tambahan model menjaga jarak. Dianggap masih kurang masjid tidak boleh dipakai solat Jumat, solat Tarawih. Dan, yang akhir ini terjadi isolasi wilayah. Publik tidak boleh keluar rumah, belajar di rumah, kerja di rumah, ngaji di rumah dan berdoa juga di rumah.
Berdoa dimana saja memang bisa, berdoa sendiri juga bisa. Namun Gustialah sudah mengatakan bahwa masjid merupakan rumah Gustialah. Karena rumah Gustialah setidaknya iman kita sering ditempat pelatihan apalagi bagi orang yang belum mahir dan mapan iman kepada Gustialah.
Dan, mulai melatih iman di masjid bertafakur sesungguhnya wabah ini penciptnya adalah Gustialah. Dari latihan di masjid dibawa keluar masjid dan dimanapun berada teteap dalam iman menjadi masjid artinya selalubersujud, meski tidak dalam masjid.
Tidak perlu dengan kekonyolan bahkan cenderung tendensius hasud sampai menyampaikan virus ini penemunya manusia dari negara antah berantah. Fakta penemu dan negara antah berantahpun sampai saat ini tidak bisa menghentikan wabah yang terjadi.
Bahkan WHO sudah menyatakan virus ini bukan buatan manusia (Jawapos. 19 Mei 2020). Lalu, mengapa kita latah pada sesuatu yang juga belum pasti? Karena itulah iman kepada Gustialah perlu di latih dan bertahap ditambah pelan-pelan sampai menjadi baik dan benar.
Iman
Iman adalah keyakinan yang harus selaras dengan perilaku dan ucapan. Iman bukan sekedar keyakinan yang ada dalam hati. Akan tetapi harus selalu berhubungan dunia akhirat dalam ucapan dan perbuatan yang tidak boleh ada keberpisahan ujar Imam Malik Bin Anas (Arifin, Yanuar. 2016:78).
Iman merupakan core mengarahkan ilmu dan akal agar dapat dikendalikan lunas Gustialah itu mutlak berkewenangan mengatur isi dunia sesuai dengan kehendak-Nya.
Dengan mendasari kekuasaan Gustialah yang besar luas halus samar agung tinggi dan segala spesial yang ‘maha’ itu maka kita hanya akan menjadi mahluk-Nya yang kecil dan tidak memliki kepatutan merasa besar apalagi sombong. Hebat apalagi benar.
Sebuah niat,krenteg dalam hati yang paling dalam yakin memalukan jika setetes mani memohon padaGustialah semoga musibah (saat ini) ini segera berlalu.
Berlalu? Ya Begitulah kecenderungan bawaan manusia. Apabila ditimpa musibah manusia ingin segera berlalu dan selesai. Seperti Firman Allah:
وَاِ ذَاۤ اَذَقْنَا الناا سَ رَحْمَةً فَرِحُوْا بِهَا وَاِ نْ تُصِبْهُمْ سَي ئَة بِمَا قَدامَتْ اَيْدِيْهِمْ اِذَا هُمْ يَقْنَطُوْ ن
Artinya:
“Dan apabila Kami berikan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan (rahmat) itu. Tetapi apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) karena kesalahan mereka sendiri, seketika itu mereka berputus asa.” (Ar-Rum 30: Ayat 36).