PALU (WartaTransparansi.com) – Sungguh disayangkan, pelaksanaan ibadah tahun ini sangat menyedihkan. Kita rindu sebagaimana pelaksanaan ibadah seperti tahun-tahun lalu.
Hari ini, air mata kita sangat berarti andai kita menyadari diri mengapa sampai terjadi. Allah menguji kita secara beruntun. Sekarang virus corona, yang menyebabkan rumah ibadah kita terpaksa harus menyesuaikan dengan protokol kesehatan (protap), sebagai salah satu wujud taat kepada Allah dan RasulNya serta mematuhi pemerintah, bertujuan untuk kemaslahatan umat.
Seperti difirmankan Allah salad Quran di Surat An Nisa 59, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan pemegang kekuasaan di antara kamu, kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Quran) dan RasulNya (Sunnah), kalau kamu percaya kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya”.
Akhir-akhir ini, begitu beruntun ujian yang diberikan Allah untuk kita. Mulai dari dasyatnya gempa bumi yang disusul tsunami, dan likuifaksi. Cuma, kita tidak sadari, sebagaimana firman Allah, “Sungguh Kami akan uji kalian dengan sesuatu, dari ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan, dan gembirakanlah orang-orang yang sabar”. (Al Baqarah 155).
Mengapa kita selalu diuji? Boleh jadi karena kesalahan kita. Mengapa pemerintah membatasi akses salat berjamaah di masjid setelah mendengar dan mempertimbangkan fatwa MUI Pusat? Jawabannya adalah demi keselamatan diri jiwa kita bersama, untuk menghindari penyebaran wabah corona. Namun perlu kita sadari bahwa fenomena ini diakibatkan ulah kita manusia. Seperti pepatah, ‘Tak ada asap kalau tak punya api’.
Faktanya; misalnya salat tarawih tahun-tahun lalu, adakah isi masjid penuh dari awal hingga akhir Ramadan? Paling tujuh malam saja, sesudahnya tak pernah lagi melanjutkan, dan pada umumnya umat Islam lebih mementingkan jual beli?
Atau juga salat Jumat, banyak yang mengabaikan. Misalnya, sengaja tidak salat karena kesibukan. Atau salat Jumatnya tidak maksimal, sengaja memperlambat waktu untuk ke masjid. Kalau sudah di maajid, masih duduk-duduk di teras, bersandar di tiang atau dinding sambil ngantuk. Dan umumnya, masih ada dan mungkin banyak umat Islam yang kurang menghargai salat Jumat karena masih berlalulalang dengan kendaraannya, padahal waktu salat sudah masuk.
Cobaan corona ini, telah menjadi penghambat. Banyak akses terputus, bahkan saling curiga, ekonomi menurun drastis, kelaparan, kekurangan daya beli, sehingga menjadi ujian besar bagi orang yang punya ilmu, iman, akhlak, amal. Andaikan tidak, pasti merampok, mencuri, merampas, berkeliaran meminta-minta.
Mari kita instrospeksi, apa kesalahan kita, lalu kita bangun persaudaraan secara harmonis. Ingat, ayah ibu rindu dengan anaknya, begitu pula sebaliknya. Mungkin kita tidak pernah lagi saling menjenguk, persaudaraan kita saat ini hanya perantaraan HP akibat terjadinya wabah corona.
Akhirnya, mari kita aminkan doa ini, Ya Allah lenyapkanlah wabah virus yang menakutkan ini, dan kami mohon gantikanlah dengan berkah limpahan rahmat kepada kami.
Ya Allah, siramilah bangsa kami (Indonesia) khususnya kota Palu, Sulawesi Tengah dengan air kedamaian, ketentraman, Dan lindungilah kami dari kezaliman musuh-musuh agama-Mu.
Limpahkanlah hidayah dan taufikMu kepada kami yang melaksanakan salat Id di masjid yang mubarak ini bilamana mungkin keliru dalam menanggapi Covid-19 yang melanda Negara kami, dan berikan pula hidayah dan taufikmu kepada umaro dan ulama yang menetapkan dan membatasi aktivitas ibadah di masjid-masjid.
Ya Allah, perlihatkan kepada kami dan pempin kami bahwa yang benar adalah benar agar kami dan para pemimpin kami dapat menyapa dan merenggut kebenaran itu. Dan perlihatkan juga bahwa salah adalah salah agar kami menjauh dari kesalahan dan kebatilan itu.
Semoga Allah SWT mengangkat Covid-19 dari bumi Indonesia khususnya, dan umumnya suluruh dunia. Aamiin ya Rabbal Alamiin.
Ini adalah sebagian dari isi khutbah salat Idul Fitri di Masjid Jami Kelurahan Baru, Palu Barat, yang disampaikan Dr. Husen HM Saleh, MSi, pada Minggu (24/5/2020). Khotbah itu sendiri diberi tema, Virus Corona sebagai Media Intropeksi Diri dalam Pelaksanaan Ibadah.
Pengamatan WartaTransparansi.com, sebelum dan sejak awal Ramadan, Masjid Jami (salah satu masjid tertua di Palu Barat), selalu melaksanakan salat wajib berjamaah (termasuk Jumat) dan salat sunat tarawih berjamaah. Meski sebelumnya sempat mendapat ‘perhatian khusus’ dari Gubernur Sulteng Longki Djanggola, terkait Pandemi Covid-19, sebagian besar pengurus Masjid Jami dengan imam besarnya Habib Mukhsen bin Ali Alhabsy, bergeming. Kegiataan ibadah tetap berlangsung seperti biasa.
Bedanya, pelaksanaan salat yang sejatinya meluruskan dan merapatkan shaf, sejak terjadinya corona, shaf telah direnggangkan (physical distancing), jaga jarak antarjamaah, tak lagi rapat. Semua jamaah memakai masker. Menyesuaikan dengan protokol kesehatan.
Tak hanya itu, gerbang utama memasuki halaman masjid, berikut samping kanan dan kiri, kecuali pintu masuk dari belakang, semua ditutup. Uniknya, sebagian besar jendela masjid ditutupi tirai. Apa pasal? Ternyata semua itu bagian dari antisipasi melubernya jamaah. Maklum, posisi Masjid Jami yang strategis berada di pinggir jalan raya,
Pun dalam salat Id pada Minggu, hanya pintu belakang saja yang dibuka sebagai jalan masuk. Bedanya, jendela yang biasanya tertutup dengan tirai telah dilepas, juga sebagian pintu samping kanan dan kiri yang semula ditutup, telah dibuka, sehingga para jamaah bisa merasakan hembusan sepoi angin pagi yang segar menyehatkan.
Sekitar pukul 05.30 WITA, ratusan jamaah mulai dari usia tua hingga anak-anak mulai berdatangan dan memenuhi masjid yang berlantai dua tersebut. Usai salat Id dan khotbah, jamaah pulang dengan wajah bahagia dan tertib.
Sayang, kebiasaan bersalaman sebagai ikatan silaturahmi penuh kekeluargaan, salaman saling bermaafan di hari kemenangan, hari yang fitri, seakan lenyap ditelan bayang-bayang Covid-19. Hanya doa yang bisa dipanjatkan, semoga Allah SWT segera melenyapkan virus menakutkan ini dari bumi pertiwi. (wetly)