Opini  

Ketika “Dunia Pingsan”

Ketika “Dunia Pingsan”
Djoko Tetuko

Dalam sejarah perang dunia jaman batu, di antara peperangan jaman itu, masih ada hiburan dan aktifitas olahraga.

Dalam sejarah perang salib, dunia masih begitu angkuh memamerkan kedigdayaan dengan mengumbar kekuatan dan parade pasukan seperti “pamer kesombongan” tidak ada kekuatan lain.

Dalam sejarah dunia pertama, pesta para penguasa perang begitu merajalela tanpa mau berhenti berpuasa, merayakan kemenangan dan memenjarakan lawan atau kawan seperti pasar malam.

Perang dunia kedua, dunia semakin membabi buta, kekuatan angkatan udara mulai dipamerkan mengangkasa bak burung besi keliling menembus awan, angkatan laut menembus ombak dahsyat dan badai dengan kekuatan kapal lebih mutakhir dari kapal nabi Nuh, angkatan darat sudah lupa siapa-siapa, saling memangsa dan mematikan sesama manusia.

Dalam sejarah perang dunia modern, kekuatan Presiden Irak Saddam Husein, dengan mudah dibungkam. Kehebatan dan kecerdasan Presiden Lybia Muammar Khadaffi, tanpa perlawanan, dilemahkan. Kekuatan dunia baru Islam Suriah hilang dalam mimpi sekejab, karena uji coba persenjataan dunia.

Dalam sejarah perang dunia, semua sah-sah saja, tidak ada pembelaan berkeadilan, kejujuran digadaikan, “kekuatan penguasa dunia” menjadi Tuhan Baru.

Dalam sejarah melawan Corona, tiba-tiba saja, “ tukang perang “ kelas dunia, penguasa perang sepanjang jaman, negara-negara adi daya serta adi kuasa, menyerah tanpa malu-malu. “Lempar Saputangan”. Bahkan menyatakan pura-pura pingsan, dan dunia pun pingsan bersama dalam serangan ghaib wabah atau musibah atau rahmat karena ada perang dengan Corona.

Bau Sedap “copet…, rampok…”

Ketika “dunia masih mampu pura-pura” pingsan, ketika Corona menguras anggaran keuangan negara-negara seluruh dunia.

Di negeri Antabranta, negeri para dewa, berlomba-lomba mengeluarkan fatwa dan surat edaran atau surat lain, tetap saja bau “ copet” dan “rampok”

Jangan kaget itu biasa. Di negeri Ibu Pertiwi, ada peristiwa baru, pasti ada “perang baru”, ada anggaran baru, dan tentu saja ada obyek “copetan” dan “rampokan” baru.

Jangan kaget! Corona nyata tanpa dusta, tanpa propaganda, tanpa anggaran promosi, tanpa basa-basi, membuat “dunia berlomba-lomba mengucurkan anggaran”. Dan, Corona pun bau, masih ada penganut aliran Copetisme.

Corona pun ketika mulai kewalahan menyebar dan menebarkan virus, ternyata terdengar teriak lantang bau “copet” dan “rampok” dalam drama Corona. (Djoko Tetuko)