La Nyalla dan Gagasan Ideal untuk DPD-RI

La Nyalla dan Gagasan Ideal untuk DPD-RI
Ir. H. AA La Nyalla Mahmud Mattalitti saat bersama dengan Presiden Joko Widodo.

LA Nyalla sudah bertekad untuk mengabdikan diri sebagai Ketua DPD-RI. Demi mewujudkan lembaga pengawal kepentingan daerah itu agar lebih kuat. Sehingga, semua kepentingan daerah bisa diartikulasikan lebih kuat di tingkat nasional. Apa dan bagaimana kelemahan DPD-RI saat ini, dan bagaimana gagasan ideal yang ingin diperjuangkan tokoh yang juga pengusaha ini? Berikut wawancara dengan Senator yang bernama lengkap Ir. H. AA La Nyalla Mahmud Mattalitti. Petikannya:

Apa sebenarnya kelemahan DPD-RI saat ini?

Sebenarnya bukan murni kelemahan, hanya payung konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang sekarang masih belum maksimal memberi ruang bagi DPD-RI dalam memperjuangkan marwah atau semangat lahirnya DPD-RI. Nah, hal inilah yang harus menjadi concern kita ke depan. Menjadikan DPD-RI lebih kuat. Untuk siapa? Tentu untuk kepentingan daerah. Sesuai marwah dan semangat lahirnya DPD-RI itu sendiri.

Di mana belum maksimalnya?

Idealnya, dalam sistem tata negara, DPD-RI dan DPR-RI sejajar. Jika kita menganut sistem bi-kameral (dua kamar). Sehingga, keputusan politik di tingkat nasional terkait daerah dibahas secara berlapis (redundancy). Sehingga berbagai kepentingan dapat dipertimbangkan secara matang dan mendalam.

Tetapi konstitusi dan perturan perundang-undangan masih menempatkan DPD-RI dalam posisi ikut membahas saja. Tetapi tidak ikut memutuskan. Sehingga, RUU terkait kedaerahan tetap diputuskan antara DPR dan Presiden. Karena itu, saya menawarkan solusi optimalisasi kinerja anggota DPD-RI pada fase pembahasan itu. Dengan cara apa? Kelengkapan sarana dan dukungan keahlian yang memadai. Itu solusi jangka pendek.

Termasuk dukungan anggaran?

Tentu iya. Misalnya dalam fungsi pengawasan dan penyerapan aspirasi, kita Senator turun ke daerah pemilihan dengan skala luasan provinsi. Di Jawa Timur misalnya, 38 kabupaten/kota adalah Dapil saya. Sedangkan anggota DPR-RI, misalnya dapil satu, cukup di Surabaya dan Sidoarjo. Ini tentu harus dipikirkan. Sehingga DPD-RI benar-benar mengawal kepentingan daerah.

Secara konkret, apa sebenarnya kepentingan daerah itu?

Sebagai contoh, di dalam RUU tentang APBN tentu terdapat alokasi dana yang ditujukan untuk transfer ke daerah dalam rangka desentralisasi fiskal. Yang selama ini kita ketahui dalam bentuk dana insentif daerah, dana otonomi khusus, dana desa atau dana daerah khusus dan daerah istimewa.

Pembahasan hal itu tentu mengandung kepentingan daerah, untuk mempercepat pembangunan daerah. Termasuk di dalamnya, peningkatan kualitas layanan publik di daerah. Dan yang lebih penting, tentu untuk mengurangi ketimpangan antar daerah. Namun, untuk urusan ini, DPD hanya mendapat porsi memberikan pertimbangan saja kepada DPR. Nah, inilah salah satu dari beberapa hal yang akan kita perkuat dan perjuangkan.

Kalau tadi ada solusi jangka pendek dengan optimalisasi peran, bagaimana dengan solusi jangka panjang? Seperti apa?

Goal-nya adalah seorang senator benar-benar bisa mentransformasikan kepentingan daerah dengan intens di fase perancangan, pembahasan hingga keputusan. Sehingga benar-benar mengawal keputusan di tingkat nasional terhadap kepentingan daerah. Dari situlah kita harus meletakkan pikiran untuk merumuskan arah penguatan DPD ke depan. Sekaligus merumuskan model penataan kewenangan DPD ke depan secara konstitusional.

Sebenarnya sudah pernah diperjuangkan oleh para Senator di periode sebelum ini, yakni gagasan untuk melakukan Perubahan UUD NRI 1945 yang kelima atau dikenal dengan Amandemen ke-5. Tetapi saat itu kandas. Nah, ke depan, hal itu layak dan patut untuk kembali diperjuangkan sebagai bagian dari upaya jangka panjang perjuangan para Senator masa bakti 2019-2024.

Amandemen itu pun haruslah ditujukan sebagai bagian dari penataan pembagian kekuasaan yang disesuaikan dengan kebutuhan negara untuk menuju arah perbaikan tata negara di Indonesia. Bukan untuk kepentingan DPD-RI semata. Tetapi untuk menuju sistem tata negara Indonesia yang lebih baik.

Di sisi apa saja yang menjadi perhatian dalam agenda jangka panjang melalui Amandemen ke-5 tersebut?

Setidaknya ada tiga persoalan yang menjadi kendala bagi DPD untuk bekerja secara ideal apabila kita melihat dari perspektif UUD 1945 tentang DPD-RI, yang dilahirkan pada saat Amandemen ke-3 yang dulu. Pertama, kewenangan DPD di bidang legislasi terbatas, karena DPD RI dapat ikut mengusulkan dan membahas RUU di bidang tertentu tetapi tidak ikut dalam pengambilan keputusan akhir.

Kedua, meskipun memperoleh fungsi, tugas dan kewenangan pengawasan, namun DPD hanya sebatas memberikan masukan kepada DPR RI sebagai bahan pertimbangan. Dan ketiga, tidak ada ketentuan yang mengatur hak DPD untuk meminta keterangan dari pejabat negara, pejabat pemerintah dan lainnya seperti yang diberikan kepada DPR.

Jadi Amandemen ke-5 difokuskan kepada tiga hal itu?

Kurang lebih begitu. Seperti penegasan terhadap DPD-RI atas fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Juga penegasan terhadap DPD-RI sebagai pemegang kuasa membentuk undang-undang. Dan penegasan terhadap DPD-RI dalam pelaksanaan fungsi pengawasan.

Sekali lagi, cara pandang kita terhadap upaya penguatan DPD ini haruslah diletakkan dalam bingkai bahwa DPD ke depan harus menjalankan fungsinya secara optimal. Sebab, DPD memiliki beban besar dalam mewakili kepentingan daerah.

Oleh sebab itu, amandemen ke-5 UUD 1945 nantinya harus didesain untuk memperkuat DPD, dalam menyelenggarakan sistem parlemen yang optimal memperjuangkan kepentingan daerah di tingkat nasional.

Tentu untuk menuju hal itu, DPD harus didukung secara penuh oleh semua lapisan, stakeholders, dan masyarakat. Kita harus yakin dan optimis, bahwa sebuah upaya perbaikan yang dilandasi dengan niat baik, pasti akan ada jalan. Saya percaya. Kuncinya, kita ajak semua senator berpikir sebagai negarawan, pasti kita akan kompak. (sefdin)