TANGGAL 17 April 2019 menjadi momen bersejarah bagi masyarakat Indonesia. Sebab, untuk pertama kalinya, pemilihan presiden dan anggota dewan –baik di DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD RI– digelar serentak dalam sehari.
Semua hasil suara dalam pesta demokrasi di 34 provinsi di seluruh Indonesia, setelah melalui rekapitulasi secara berjenjang, dikumpulkan untuk kemudian dibuat penetapan hasil penghitungan suara di tingkat nasional pada 22 Mei 2019 di KPU RI, Jakarta.
Momen pesta demokrasi tersebut, juga menjadi sejarah tersendiri bagi seorang Abdul Karim Aljufri (AKA) yang tercatat sebagai Calon Legislatif dari Partai Gerindra. Setelah menghabiskan waktu berbulan-bulan, bersosialisasi dengan masyarakat pemilih di wilayah Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala, kader muda Gerindra yang juga tercatat sebagai Ketua DPP Bidang Olahraga dan Koordinator Regional Sulawesi DPP Partai Gerindra, akhirnya mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pemilih untuk menuju DPRD Provinsi Sulawesi Tengah.
Sebagai pendatang baru, Abdul Karim Aljufri yang akrab disapa Abdul, terbukti mampu memberikan warna dari sekian orang caleg yang berjibaku di Dapil Sigi-Donggala. Bersama tim pemenangan ‘Akar Juang’ diketuai Iqbal, mereka yang yang rata-rata anak muda dan pendekar silat, bekerja siang dan malam. Bahu-membahu. Tak pernah mengeluh, apalagi lelah, meski dengan ‘amunisi’ yang sangat terbatas, dan terkadang harus menahan lapar dan dahaga.
Perjuangan bersama itu akhirnya membuahkan hasil. Abdul mendapat mandat dari masyarakat untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Bahkan, pendekar yang juga mantan juara dunia siliat ini, secara mengejutkan mampu menyisihkan dua pesaing seniornya di internal Partai Gerindra. Abdul berhak melenggang ke DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, yang menurut rencana akan dilantik sekitar Agustus-Okober 2019 mendatang.
Berikut bincang ringan Abdul Karim Aljufri bersama wartawan wartatransaparansi.com (KoranTransparansi) baru-baru ini di Palu, Sulawesi Tengah.
Sebagai pendatang baru di kancah politik Sulteng, Anda adalah kejutan. Sebenarnya, berapa saksi atau tim yang Anda terjunkan sehingga kerja sama itu bisa mendapatkan hasil maksimal ?
(Mendapat pertanyaan itu, Abdul tampak senyum dan tertawa kecil). Mungkin, dibanding caleg lainnya, jumlah saksi atau tim kami sangat kecil jumlahnya. Tidak banyak. Di internal hanya ada direktur eksekutif, direktur operasional, direktur kabupaten dua orang, satu sekretaris tim dan satu direktur relawan. Selebihnya hanya ada 10 orang adik-adik GMD (Gerindra Masa Depan) yang ikut membantu menyiapkan segala perangkat alat peraga kampanye.
Alhamdulillah, semua kerja bersama, berjuang bersama, komunikasi tak pernah putus. Mereka tidak pernah mengeluh. Masing-masing sudah tau pekerjaannya. Jika ada kendala di lapangan, mereka langsung berkomunikasi, berdiskusi untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
Awal nyaleg, apakah Anda optimistis atau ada rasa ragu setelah melihat komposisi caleg di dapil Sigi-Donggala ?
Sejak awal memutuskan untuk maju sebagai caleg, tahun 2017, saya sudah yakin akan menyumbangkan suara yang signifikan untuk partai. Dan sebagai mantan atlet, saya selalu diajarkan bahwa keyakinan atau optimisme akan membuat otak mengirimkan sinyal positif keseluruh tubuh kita. Jika pikiran kita positif, insya Allah bisa berpikir lebih jernih.
Terkait komposisi caleg, jujur saja, saya tidak banyak tau tentang mereka. Bahkan cenderung tidak mau tau. Selama kami terus menyapa masyarakat, apapun hasilnya nanti, pasti kami terima dengan hati yang bahagia.
Bagaimana dengan perolehan suara ?
Secara keseluruhan, kami hanya mengumpulkan suara sebanyak 33,347 suara dari tujuh orang caleg. Suara saya sendiri sebanyak 7,115. Untuk sebarannya, cukup berimbang. Hanya memang suara terbesar tetap dari Kab. Donggala, karena DPT terbesar ada di Donggala.
Berapa kursi ditarget partai untuk DPRD Sulteng, dan yang terealisasi ?
Target kami sebenarnya adalah untuk meraih suara sebanyak-banyaknya. Pendekatan yang kami lakukan adalah pendekatan suara, bukan kursi. Karena, dengan sistem sekarang, kita tidak mau hanya bicara kursi. Harapan kami, semakin banyak suara, maka kursi akan ikut banyak.
Usai pelantikan, adakah program utama yang akan Anda perjuangkan ?
Langkah awal setelah pelantikan adalah, mengunjungi para pemilih. Karena selama ini saya memang tidak punya banyak waktu untuk bertemu masyarakat, karena kesibukan sebagai tim kampanye nasional. Jadi, ini semacam kunjungan terima kasih sekaligus penyerapan aspirasi dari masyarakat. Karena kami ingin agar apa yang kami programkan nanti, betul-betul berasal dari masyarakat, sehingga tepat sasaran.
Bagaimana program khusus titipan partai ?
Secara khusus semua kader partai Gerindra, harus mengamalkan apa yang menjadi sumpah kader dan memperjuangkan program aksi partai. Jadi buat kami, tidak ada yang namanya program titipan atau program khusus. Semuanya khusus dan diperuntukkan bagi masyarakat sesuai kebutuhan mereka.
Amanah itu berat, bagaimana menyikapinya ?
Kalau mau dipikir, semua yang kita jalani ini memang berat. Dan saya selalu menganggap bahwa semuanya memang berat. Sehingga saya harus berupaya maksimal agar mampu melaksanakan apa-apa yang menjadi tugas dan kewajiban saya. Kalau saya menganggap ini ringan, maka saya akan terlena dan lalai.
Pengalaman pertama dan langsung berhasil. Kesan Anda ?
Banyak hal yang berkesan dalam perjalanan kampanye ini. Banyak hal yang sebenarnya diluar jadwal. Tadinya kami menjadwalkan untuk aktif kampanye setelah tahun baru 2019. Tapi, karena bencana dahsyat di bulan September 2018, akhirnya kami harus turun lebih awal, meskipun jubahnya adalah ‘kemanusiaan’. Meskipun juga, selama aksi kemanusiaan, saya melarang semua tim untuk memakai atribut apapun selain atribut kemanusiaan tadi. Banyak yang tidak tahu bahwa saya adalah caleg. Bahkan di internal partai, mereka hanya tahu kalau saya adalah pengurus DPP Partai Gerindra, yang sedang membantu korban bencana.
Bagiamana suka dukanya?
Banyak suka duka bersama tim. Bagaimana tim kami tetap bertahan, bahkan saat tidak ada uang sama sekali. Saya ingat, dua bulan terakhir, saldo rekening saya hanya enam digit. Praktis tim ini dihidupi oleh uang hasil jaga parkir. Iya, salah satu kakak saya memang profesinya sebagai tukang parkir dan kami tidak malu untuk mengakui itu, bahkan dia pun sadar, bahwa, kalaupun saya terpilih, dia masih akan tetap menjadi tukang parkir. Segala kebutuhan kami, mulai dari kertas sampai rokok pun ditanggung atau diperoleh dari parkiran. Tinta untuk printer pun berasal dari dia.
Tapi, disaat yang paling susah itu pula, banyak orang yang tiba-tiba datang membantu. Banyak kawan-kawan lama yang tiba-tiba datang ke rumah dan menawarkan bantuan tanpa memikirkan uang jalan atau bensin. Adek-adek pesilat juga datang tanpa diminta. Jadi ya, disaat yang tersulit pun, kami tetap kebanjiran bantuan. Alhamdulillah, Allah telah mengatur semunya.
Karena itu, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim pemenangan saya, yang harus bekerja ekstra keras, karena saya keukeuh untuk menolak bantuan dari orang-orang yang tidak mau memilih Pak Prabowo sebagai Presidennya.
Kepada pimpinan-pimpinan di Jakarta yang sudah mempercayakan tugas ini kepada saya. Pada pak Prabowo tentu saja. Pak Sekjen, pak Longki Djanggola selaku ketua DPD Gerindra Sulteng, Ibu Paulina selaku ketua DPC Kab Sigi, sahabat saya Moh. Yasin, Wakil Bupati Donggala, kakak saya Habib Ali Bin Muhammad.
Secara khusus saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Bang Edhy Prabowo, mentor, abang dan pimpinan yang memberikan begitu banyak kesempatan berkarya kepada anak kampung seperti saya ini, di pentas dunia.
Kepada rekan-rekan Sentra Strategis Indonesia (SSI), yang sudah mendukung saya dengan total. Memberikan waktu sebanyak-banyaknya buat saya berkarya di luar urusan kerjaan di kantor hehehe…. Bang Sugiono selaku Direktur Exekutif SSI. Bang Prasetyo Hadi, yang sudah sangat sabar meladeni setiap proposal silat saya.
Terima kasih juga untuk 95% pemilih saya, yang saya yakini hanya melihat saya lewat kartu nama yang ada di tangan kalian, karena alat peraga kampanye seperti baliho dan spanduk yang sangat terbatas.
Yang terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua saya, istri dan anak-anak saya yang selalu mendoakan. Kepada keluarga besar Aljufri dan Haji Ali. Buat Aba saya dan juga paman saya. Tante-tante saya sekalian. Yang dengan budi baik kalian lah, saya bisa dikenal banyak orang. Karena apa yang kalian tanamkan selama hidup kalian, dibalaskan kepada kami, anak-anak kalian. (wetly aljufri)