Program yang dimaksud Hadi antara lain membangun klinik laktasi di puskesmas untuk tempat konsultasi gizi dan menangani berbagai permasalahan saat menyusui. Selain juga menyiapkan konselor dan motivator ASI untuk mendampingi para ibu menyusui (busui), hingga memberikan sertifikat penghargaan bagi ibu pejuang ASI eksklusif.
Puskesmas juga memberikan bantuan alat pompa ASI dan kendil (tempat penyimpan air dari tanah liat) bagi ibu-ibu di Desa Jambewangi. Mereka ini rata-rata bekerja sebagai penyadap karet di hutan sehingga rawan tidak menyusui karena bekerja.
“Kendil ini bisa menjaga suhu ASI tetap dingin sehingga tahan sampai 5 jam. Ini bisa dijadikan pengganti kulkas. Ibu-ibu bisa memompa dan menyimpan ASI-nya di kendil sebelum berangkat kerja, sehingga anak-anak di rumah tetap mendapatkan ASI meskipun ditinggal ibunya bekerja,” urai Hadi.
Lewat program-program tersebut, kini angka cakupan ASI di Sempu terus meningkat. Coverage ASI eksklusif dari 59,5 persen pada 2015 kini meningkat jadi 88 persen pada 2018. Dampaknya, kata Hadi, bisa menurunkan angka gizi kurang dari 21,5 persen menjadi 1,37 persen, dan menurunkan angka kesakitan bayi dari 32 persen menjadi 11 persen.
“Bahkan, khusus zona ASI di tiga desa sudah mencapai 100 persen. Artinya, bayi di tiga desa tersebut sudah mendapatkan ASI eksklusif,” pungkas Hadi.
“Kami akan memastikan semua bayi di Kecamatan Sempu sudah mendapatkan ASI minimal pada enam bulan pertama usianya. Sehingga anak-anak dapat tumbuh sehat optimal dan tidak sakit-sakitan. Yang paling penting, kita cegah stunting pada anak,” kata Hadi. (*Jam)