Andi Budi, Caleg DPR yang Dapat Amanah Ketua Umum PBNU

Andi Budi, Caleg DPR yang Dapat Amanah Ketua Umum PBNU

Dr. H. Andi Budi Sulistijanto, S.H. M.IKom. Sempat ‘menghilang’ 15 tahun dari Kota Surabaya, kini diketahui menuju panggung politik sebagai calon legislatif (caleg) DPR RI nomor urut 2 di Dapil Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo) dari Partai Golkar.

Saat remaja, sudah memiliki bakat luar biasa dalam berorganisasi. Baik di sekolah (Osis) maupun saat mahasiswa. Andi pernah menjabat Ketua KNPI Kota Surabaya periode 1997 hingga 2005.

Usai masa jabatan di KNPI Surabaya, Andi ‘menghilang’ dalam peredaraannya di Kota Surabaya. Sosok yang dulunya kerap terlihat di kawasan Balai Pemuda (salah satu ruangan Balai Pemuda adalah kantor KNPI Surabaya) itu, tak ada lagi.

Tak banyak yang tau, kader tulen Golkar ini ‘hijrah’ ke Jakarta, dan sempat menjadi pengurus DPP KNPI 2009-2012, termasuk disibukkan dengan seabrek pekerjaan lainnya. Di kota besar inilah kematangan seorang Andi semakin terlihat.

Dalam hijrahnya selama 15 tahun itu, lulusan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini, menyelesaikan Magister Ilmu Komunikasi di Universitas Mercu Buana Jakarta, dan program doktoral Ilmu Komunikasi di Universitas Sahid Jakarta.

Menariknya, Andi meraih gelar doktor dengan mengangkat disertasi tentang ‘Gaya Komunikasi Politik Jokowi’. Cukup menyita waktu, karena selama 2,5 tahun Andi meneliti Gaya Komunikasi Jokowi dalam mengelola pemerintahan. Baik dalam membangun komunikasi dengan DPR, tokoh-tokoh politik dan agama serta berbagai ormas di NU. Penelitiannya dikonstruksi menjadi disertasi yang diuji pada Sidang Terbuka Promosi Doktor Ilmu Komunikasi di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid, Jakarta, pada 23 Mei 2017. Hasilnya, tim penguji sepakat memberikan predikat ‘sangat memuaskan’.

Dari disertasi tersebut lahirlah sebuah buku berjudul ‘Komunikasi Politik Jokowi’. Buku tersebut mencoba berbagi sudut pandang bahwa sebuah Negara dengan sistem politik demokrasi, sejatinya menghargai setiap perbedaan, mengayomi meskipun tidak satu pendapat. Kekuatan demos dalam membangun dialektika sosial terus mengalami pergulatan dialogis, tarik ulur antara sistem politik sebuah Negara, atau instrumen publik menuju kesejahteraan menjadi kajian panting, dan Jokowi dianggap berhasil mengolaborasikan semuanya. Selebihnya, buku tersebut diharapkan menjadi bagian dari upaya literasi untuk mengenal lebih dekat Presiden Jokowi berserta gaya komunikasinya

Bertempat di Gedung Nusantara IV MPR-DPR RI Jakarta, 9 Maret 2018, buku itu dilaunching dan bedah. Sejumlah tokoh hadir. Di antaranya, Ketua DPR Bambang Soesatyo, Sekjen DPP Golkar Lodewijk Freidrich, Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siraj, Prof. Dr. Kholil Direktur Pasca Sarjana Universitas Sahid Jakarta, Prof. Dr Kim Soo iLL, rektor Busan University Korea Selatan, Dr. Agung Laksono, mantan ketua DPR RI periode 2004-2009, serta jajaran pengurus Golkar dan para mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi.

Kemudian, Andi yang juga Ketua Bidang Penggalangan Keagamaan dan Ormas Agama DPP Partai Golkar, dan pernah sebagai staf ahli khusus di DPR RI,  berhasil meluncurkan buku keduanya tentang Presiden Jokowi dengan judul ‘Politik Kerja Jokowi’ yang pada Februari 2019,  dilaunching dan bedah di Universitas Ciputra Tower CBD Citraland. Hadir Dekan Fikom Ciputra Prof Burhan Bungin, Prof Sam Abede Pareno, dan Dosen Manajemen Universitas Ciputra Timotius Febry, dan Wagub Jatim Emil Elistianto Dardak.

Buku kedua Andi ini, tema utamanya lebih ke arah pembangunan infrastruktur. Andi memandang bahwa Jokowi sebagai presiden lebih banyak bekerja ketimbang wacana politik. Tidak terlalu banyak berwacana dan beretorika. Jokowi dianggap lebih banyak bekerja untuk pembangunan demi percepatan pertumbuhan Indonesia dari banyak bidang. Politik kerja Presiden Jokowi dimulai dengan perencanaan prioritas kerja. Jokowi lebih banyak menyoroti tentang terpisahnya Indonesia karena tidak maksimalnya pembangunan infrastruktur.

Kemampuan seorang Andi semakin ter-asah. Integritas yang dipunyai, tentu tak lepas dari pengalaman studi, dan organisasi yang telah mendarah daging sejak remaja. Apalagi, Andi juga banyak menghabiskan waktu menjadi dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik, Palembang, dan dosen tamu di sejumlah perguruan tinggi. Juga aktif sebagai nara sumber di berbagai diskusi politik serta diklat organisasi dan kewirausahaan. Memiliki usaha sendiri  dalam bidang konsultan komunikasi politik, kontraktor, serta sebagai partner ahli dalam bidang litigasi dan konsultasi hukum.

Bahkan, Januari 2019 lalu, Andi pernah masuk empat besar ‘influencer’ atau orang berpengaruh dengan pengikut banyak dari kader Partai Golkar yang mewarnai media massa. Dia bersanding bersama tiga tokoh lainnya dari Golkar, yakni Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadizly, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, dan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.

Ada anggapan, politisi kalau sudah duduk di legislative, cenderung melupakan rakyat yang memilihnya. Sebaliknya, politisi yang memiliki integritas, dia akan menyadari bahwa posisinya sebagai wakil rakyat, karena dipilih rakyat, tentu akan memperjuangkan aspirasi rakyat.

Karena itu, seorang politisi dituntut memiliki modal integritas yang tinggi. Dengan integritas itu, dia akan mampu menciptakan moral yang bagus. Dan dengan moral yang bagus, maka sang politisi pasti bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat. Berjuang untuk mensejahterakan rakyat untuk mengupayakan bonum commune.

Andi memiliki modal itu. Dia punya kualitas intelektual. Dia peka dalam menangkap persoalan di masyarakat. Punya kepedulian tinggi kepada masyarakat. Poin penting yang tak bisa diragukan, karena lahir dari rasa jujur, rasa akan cinta sesama anak bangsa. Berikut petikan bincang ringan Andi Budi Sulistijanto, Caleg DPR RI dari Partai Golkar nomor urut 2 Dapil Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo) bersama wartawan Koran Transparansi (wartatransparansi.com)saat bertemu di Gedung PWI Jawa Timur baru-baru ini.

Andi Budi, Caleg DPR yang Dapat Amanah Ketua Umum PBNU

Alasan Anda memutuskan maju sebagai Caleg DPR RI dari Partai Golkar ?

Untuk terjun ke dunia politik, seseorang harus memiliki modal integritas. Modal itu bisa didapat dari akademisi atau pengalaman studi, pun berorganisasi. Salah satu profesi yang teruji memiliki integritas tinggi adalah dosen. Dengan modal integritas, seorang politisi akan memiliki moral yang bagus. Dengan moral yang bagus, maka dia bisa memperjuangkan aspirasi rakyat. Mereka yang tak memiliki integritas, cenderung melupakan bahkan mengkhianati rakyat yang telah memilihnya. Sedangkan anggota legislatif yang punya integritas, akan menyadari betul posisinya sebagai wakil rakyat.

Sebagai dosen, saya punyai integritas. Namun, lebih dari itu, saya mendapat amanah, tugas langsung dari beliau (Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siraj). Bahkan juga adanya modal dukungan dari para ulama. Inilah yang kemudian menguatkan langkah saya untuk maju sebagai Caleg DPR RI.

Adakah tugas khusus yang diberikan oleh Ketua Umum PBNU ?

Beliau memberikan amanah agar saya secara langsung melakukan pemberdayaan kepada masyarakat, terutama di bidang usaha mikro kecil menengah (UMKM). Program pemeberdayaan umat dari PBNU ini perlu dikawal agar tepat sasaran. Saya bertekad untuk membuka akses seluas-seluasnya kepada masyarakat. Memfasilitasi akses sektor produktif, usaha mikro, bantuan yang tidak mengikat dan tidak perlu agunan. Pun masalah ekonomi, perlu mendapatkan perhatian serius.

Amanah dari beliau adalah tugas yang harus dijalankan dan dikawal. Karena itu, ketika saya dipercaya masyarakat Surabaya dan Sidoarjo menjadi legislator, saya harus bekerja keras merealisasikan  amanah itu. Saya akan berjuang demi rakyat.

Bagaimana dengan masyarakat pemilih ?

Sejak September 2018, saya sudah gemar blusukan ke kampung-kampung yang ada di Sidoarjo dan Surabaya. Ratusan titik (kampung) sudah saya datangi untuk menyapa masyarakat secara langsung. Bahkan, selain menyampikan program-program pemberdayaan umat jika nanti lolos ke Senayan, saya juga menggelar sejumlah kegiatan sosial yang melibatkan masyarakat pemilih.

Jadi, blusukan ini adalah salah satu bentuk dari keseriusan saya sebagai caleg. Saya selalu melakukan komunikasi persuasif, sehingga banyak menyerap aspirasi mereka. Karena itu, saya akan terus memaksimalkan blusukan, turun bertemu masyarakat untuk mendapatkan kepercayaan mereka. Saya target, hingga jelang coblosan April mendatang, blusukan saya mencapai 500 titik. Blusukan adalah model pendekatan saya. Dan Alhamdulillah, mendapat sambutan yang baik dari masyarakat.

Namun, ada juga fakta lain yang saya temukan dari kegiatan blusukan ini, tentang masih banyak masyarakat yang belum paham pemilu 2019. Terutama dari segi mekanisme pencoblosan. Ini terjadi karena lemahnya sosialsiasi dari KPU. Makanya, sebagai caleg, bukan hanya mengenalkan profil kepada masyarakat, tapi saya juga ikut membantu melakukan sosialisasi agar penyelenggaraan pemilu serentak berjalan sukses.

Mestinya, masing-masing caleg juga bisa membantu untuk suksesnya penyelenggaraan pemilu. Kalau tidak bergerak, banyak hambatan di bawah. Masyarakat tidak bisa nyoblos kalau tidak diberi iformasi. Apalagi ini nanti ada lima surat suara. Jangankan masyarakat yang kurang berpendidikan, yang berpendidikan saja susah kok.

Fakta lainnya, tidak semua masyarakat pragmatis dan apatis terhadap pemilu. Kalau ada masyarakat pragmatis, itu terjadi karena sistem pendekatan yang salah. Selama ini, masyarakat hanya berhubungan dengan tim sukses dan koordinator pemenangan. Padahal, masyarakat butuh mengenal langsung terhadap calon. Kalau hanya didatangi oleh relawan dan koordinator, itu tentu membuat masyarakat pragmatis. Tapi kalau turun langsung, yang diuntungkan adalah esensi suatu hubungan. Karena wakil rakyat dan rakyat yang diwakili butuh kehadiran wakilnya. Mereka khan ingin mengenal wakilnya.

Kesukaan Anda dalam meneliti, melahirkan karya buku tentang Joko Widodo ?

Meneliti itu adalah hobi. Dan itu sudah mulai saya lakukan ketika masih mahasiswa magister ilmu komunikasi di Universitas Mercua Buana Jakarta. Dorongan itu muncul, karena saat menjadi staf khusus di DPR RI, saya sering berjumpa dan berkomunikasi dengan orang-orang berpengaruh dari elit politik maupun pejabat Negara.

Selama ini, saya banyak meneliti tentang elit-elit politik di DPR RI. Semisal mengkaji beberapa tokoh penting dalam menjalankan politik praktis. Saya banyak komunikasi ketokohan, melihat figur seseorang, style tokoh tertentu, saya punya banyak stok untuk menulis banyak tokoh.

Di antara hasil penelitian saya yang sudah dibukukan itu adalah buku  berjudul ‘Komunikasi Politik Jokowi’ dan buku ‘Politik Kerja Jokowi’. Kehadiran tulisan atau buku yang menjelaskan tentang tokoh akan membuat masyarakat terinspirasi. Generasi muda yang tidak semasa dengan tokoh tertentu, akan mengetahui biografi tokoh itu dari beberapa tulisan dan buku. Seorang tokoh, juga akan terjaga integritasnya karena ada buku. Buku memiliki pengaruh yang cukup berguna untuk kecerdasan bangsa.

Soal mengapa dua buku saya tentang Jokowi, karena saya menilai gaya komunikasi politik yang dilakukan beliau sejak menjadi Gubernur DKI Jakarta hingga saat ini menjadi Presiden RI menarik untuk diamati. Salah satu gaya komunikasi politik khas Jokowi adalah selalu memposisikan diri sebagai pelayan rakyat. Salah satu bentuknya adalah melakukan blusukan ke daerah-daerah.

Saya istilah kan bahasa Inggrisnya public serven communication style. Dia sudah kelihatan bagaimana tidak merasa dirinya sebagai Presiden. Jadi dia merasa seperti rakyat biasa, selalu apa adanya melihat sesuatu yang fakta di lapangan.

Gaya komunikasi politik kedua yang dipakai Jokowi, adalah Sendiko Dawuh. Sendiko Dawuh itu artinya seorang yang selalu taat tunduk pada orang-orang yang dianggap senior dan mumpuni, semisal para tokoh agama.

Apa yang perlu diperjuangkan untuk peneliti ketika Anda dipercaya masyarakat menjadi legislator ?

Berawal dari rasa suka meneliti, bersama sejumlah tokoh lainnya seperti Prof Burhan Bungin yang kini ketum IQRA dan ketua DPR Bambang Soesatyo, saya salah satu bagian dari penggagas berdirinya asosiasi peneliti Indonesia Qualitative Researcher Association (IQRA). Saya kebetulan dipercaya sebagai bendahara umum.

Saat ini, anggota IQRA sudah lebih dari 1.200. Mereka berasal dari berbagai kampus di Indonesia, dan Litbang dari sejumlah lembaga. Itu mengartikan, bahwa begitu banyak peneliti yang masuk dalam asosiasi ini.

Namun, dibanding dengan Negara lain, Indonesia masih kurang peneliti. Amerika bisa ke luar angkasa, itu karena research (penelitian). Insya Allah, jika menjadi legislator, akan memperjuangkan research menjadi bagian penting dari pendidikan, ekonomi, dan pariwisata. Sebab, jika semua aspek dilakukan dengan penelitian maka hasilnya akan maksimal.

Di internal Partai Golkar, Anda masuk empat besar influencer atau sebagai orang berpengaruh di masyarakat ?

Itu penilaian dari jaringan medsos kader Golkar di bawah kendali Pak Indra Jakile (Dewan Pakar Partai Golkar). Memang, sejak Partai Golkar dipimpin Airlangga Hartato, saya mendapatkan banyak kesempatan menjadi panitia di sejumlah kegiatan.

Sebagai caleg dapil Sidoarjo dan Surabaya, saya juga banyak kegiatan karena sering blusukan, sehingga banyak diliput teman-teman wartawan. Blusukan itu sendiri menjadi strategi kampanye saya di Pileg 2019 ini. (wetly aljufri)