Fleksibilitas itu dilakukan antara lain melalui penyediaan payung hukum inovasi keuangan digital dan pengaturan per produk seperti layanan inovasi keuangan keuangan digital, layanan digital banking, peer to peer lending dan equity crowdfunding.
Khusus untuk layanan pinjam meminjam atau “peer to peer lending”, OJK juga telah menunjuk Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menetapkan standar (code of conduct) dengan menggunakan pendekatan disiplin pasar yang berlaku bagi anggotanya, menyediakan Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Secara Bertanggung Jawab, yang memberikan panduan etika serta perilaku bertanggung jawab bagi anggota AFPI.
Terkait perkembangan tekfin P2P Lending, hingga Januari 2019 akumulasi pinjaman tercatat Rp25,9 triliun, dengan total pinjaman Rp5,7 triliun, perusahaan terdaftar atau berizin 99 perusahaan, jumlah rekening lender (pemberi pinjaman) 267.496 dan jumlah rekening borrower (peminjam) 5.160.120 rekening.
Untuk membangun perlindungan bagi masyarakat pengguna fintech P2P lending OJK terus meminta agar masyarakat hanya bertransaksi melalui fintech P2P lending yang terdaftar dan berizin OJK.
Masyarakat diminta menghindari fintech illegal yang oleh Satgas Waspada Investasi telah berhasil dideteksi dan jumlahnya mencapai 803 entitas. Satgas Waspada Investasi sudah meminta Kemkominfo untuk menutup fintech illegal tersebut.
“OJK juga meminta bagi masyarakat yang sudah menjadi korban fintech illegal untuk segera melaporkannya ke pihak Kepolisian. OJK bersama AFPI telah membangun dan menegakkan standar pengawasan berbasis market conduct yang menekankan fungsi perlindungan konsumen,” tukasnya. (kh)