Malang  

Hadapi Inflasi, Wagub Jatim Beri Solusi Soal Volatile Food

Hadapi Inflasi, Wagub Jatim Beri Solusi Soal Volatile Food

Malang – Salah satu komponen yang mempengaruhi inflasi adalah volatile food atau komponen bergejolak, terutama di kelompok bahan makanan yang musim panennya bergantung terhadap cuaca. Menghadapi hal ini, Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak meminta perlunya mengelola manajemen permintaan atau demand management untuk mengatasi hal ini.

Usulan tersebut disampaikannya saat menghadiri Capacity Building Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-wilayah Kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang, di Hotel Aria Gajayana Kota Malang, Senin (4/3).

Emil, begitu ia akrab disapa mengatakan, salah satu contoh volatile food adalah cabai dan bawang merah. Bila musim hujan, maka produksi cabai turun. Untuk itu, solusi yang harus dilakukan adalah membuat sambal instan atau cabai kering saat produksi melimpah, sehingga saat produksi turun, ibu rumah tangga bisa memilih sambal instan yang harganya relatif lebih murah.

Hadapi Inflasi, Wagub Jatim Beri Solusi Soal Volatile Food
Kita harus mempertimbangkan produksi cabai ini, karena saat panen petani juga sedih karena harganya hancur. Jadi kita harus mengolah produk yang punya extended life seperti cabai kering atau sambal, kalau bawang merah ya dibuat bawang goreng, katanya.

Untuk itu, Emil meminta agar TPID jangan hanya fokus pada inflasi yang timbul karena tekanan pada supply atau cost push inflation tapi juga demand pull inflation, yang terjadi karena tingginya permintaan barang.

Demand pull inflation ini bisa juga disebut permintaan total lebih besar dari kapasitas penerimaan. Untuk itu ia meminta  demand management dilakukan agar semua sadar ada pilihan yang lebih baik ketika permintaan tersebut tinggi.

Kedua jenis inflasi ini harus dikelola sebagai solusi yang lebih baik tergantung keadaan. Misal saat panen komoditi tertentu melimpah, masyarakat diajak mengkonsumsi komoditas tersebut, atau menyimpan komoditas tersebut saat musim berganti. Sehingga demand management ini bisa membantu, katanya.

Menurutnya, over supply bisa saja terjadi karena tidak adanya komunikasi antar petani. Misal saat cuaca baik, di berbagai daerah menanam cabai merah secara bersamaan sehingga ada over produksi.  Menurutnya, dalam program Nawa Bhakti Satya ada program Permaisuri atau Pelayanan Informasi Super Koridor yang mengintegrasikan hulu dan hilir.

Kita berharap setiap orang ketika mau menanam melihat keseimbangannya dulu, misal prevalensi curah hujan seperti ini maka produksi akan turun sekian, dan juga faktor lainnya, jelas orang nomor dua di Jatim tersebut.