Pakde Karwo Resmikan Tugu Parasamya Purnakarya Nugraha

Pakde Karwo Resmikan Tugu Parasamya Purnakarya Nugraha
Gubernur Soekarwo saat meresmikan Monomen Parasamnya Purnakarya Nugraha

Surabaya – Menjelang memasuki pergantian tahun 2018, Gubernur Jawa Timur Soekarwo meresmikan Tugu Parasamya Purnakarya Nugraha di halaman Kantor Gubernur Jatim, Jl. Pahlawan 110 Surabaya, Jumat (28/12) malam.

Sebelum meresmikan tugu tersebut, Gubernur Jatim yang sering disapa Pakde Karwo ini mengatakan bahwa tugu tersebut menjadi simbol pencapaian Jawa Timur yang telah berhasil meraih Penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha sebanyak tiga kali, atau yang terbanyak dalam sejarah diantara provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.

“Pemerintah pusat memberikan Parasamya Purnakarya Nugraha sebagai penghargaan kepada institusi pemerintah atau organisasi yang menunjukkan karya tertinggi pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara holistik dan lengkap selama tiga tahun berturut-turut. Jawa Timur meraih penghargaan ini pada Tahun 1974, 2014, dan 2017,” katanya.

Pada 1974, lanjut orang nomorsatu di Jatim ini, penghargaan Parasamya diserahkan oleh Presiden Soeharto kepada Gubernur HM Noer. Pada 2014, penghargaan ini diserahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Pakde Karwo, sedangkan pada 2017, Pakde Karwo kembali menerima penghargaan ini dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Tjahjo Kumolo.

“Saat menyerahkan penghargaan pada 2017, Mendagri berpesan agar prestasi meraih tiga kali penghargaan tersebut bisa dijadikan simbolik yang bisa dibaca dan dilihat. Karena itu, kami membuat tugu Parasamya ini, tugu ini menjadi bagian sejarah dan pendidikan yang dapat disaksikan oleh seluruh masyarakat Jawa Timur. Sejarah adalah masalalu, masa kini, dan masa depan,” lanjutnya.

Gubernur bersama Forpimda Jatim saat menandatangani prasasti tugu Parasamnya Purnakarya Nugraha
Gubernur bersama Forpimda Jatim saat menandatangani prasasti tugu Parasamnya Purnakarya Nugraha

Ditambahkannya, ornamen tugu yang dibangun dengan biaya mencapai Rp. 6,9 miliar ini menggambarkan secara indah rentetan kesenian budaya yang mencerminkan perjalanan sejarah. Tari Gandrung Banyuwangi, menggambarkan semangat perjuangan masyarakat setempat yang saat itu memberikan hiburan untuk bangsa penjajah, setelah itu dilawan dan diusir dari Bumi Blambangan.

Kemudian, imbuh gubernur kelahiran Madiun ini, ornamen Tari Remo yang menggambarkan penyambutan kepada penjajah, yang kemudian dilakukan penyerangan terhadap mereka. Lalu ornamen Reog Ponorogo yang mencerminkan perlawanan terhadap ketidakadilan, serta ornamen Karapan Sapi asal Madura yang memiliki nilai sejarah olahraga dan kesenian khas masyarakat Madura.

“Khusus Ornamen Karapan Sapi ini mengandung pesan, yaitu kepada masyarakat Jatim, khususnya para generasi milenial, untuk berlari seperti karapan. Dimana Karapan adalah simbolik cepatnya pembangunan di era sekarang, dimana siapa yang cepat, dialah yang menang, bukan yang besar yang menang, tapi yang cepat,” imbuhnya.

Dalam sambutannya, seniman sekaligus penggarap Tugu Parasamya, I Nyoman Nuarta mengatakan, pihaknya bersyukur mampu menyelesaikan pembangunan tugu ini dalam waktu relatif singkat, yakni hanya 2,5 bulan. Tantangannya adalah menggabungkan karakter-karakter yang berbeda-beda dari berbagai daerah di Jatim.

“Seperti Karapan Sapi dari Madura, yang merupakan olahraga yang cepat, kemudian Tari Gandrung yang lemah lembut, dan Tari Barong yang masing-masing berbeda karakternya. Ini kita coba satukan untuk menjadi rangkaian komposisi yang bagus, memang tidak mudah, tapi syukurlah kami bisa menuntaskan karya seni ini dalam 2,5 bulan lebih cepat dari target awal yang 4-5 bulan,” katanya.

Secara khusus, seniman Nyoman Nuarta memuji Pakde Karwo yang sangat peduli dan memberi apresiasi tinggi terhadap kebudayaan. Sebab budaya adalah warisan leluhur bangsa yang adiluhur, budaya juga harus dikembangkan serta dilestarikan oleh bangsa kita sendiri, bukan oleh orang asing.

“Terima kasih atas kepedulian Pakde Karwo kepada seni dan budaya, saya sepakat, para generasi milenial juga harus mencoba untuk mencari alternatif-alternatif terkini untuk mengembangkan kebudayaan, sehingga kebudayaan itu bisa berkesinambungan. Sebab budaya itu tidak akan bisa bertahan jika tidak dinamis dan menyesuaikan jaman,“katanya. (fir)