Oleh : Nuriyah Maslahah
PUNCAK pesta demokrasi tertinggi di Indonesia bakal terselenggara pada tanggal 17 April 2019, melalui proses Pemilihan Umum (Pemilu). Proses mengubah kiblat pemilih pada partai-partai lama ke partai baru, atau penguatan partai-partai lama pada basis pendukung fanatik, sejak penetapan Daftar Calon Tetap calon legislatif, berbagai model dan bentuk kampanye sudah dilakukan hampir seluruh partai.
Televisi, radio, koran, majalah dan media dengan berbagai aplikasi modern dengan amar-samar sudah mulai menawarkan program mendorong-dorong partai untuk kampanye terselubung. Tentu saja dengan kecerdasan masing-masing stasiun televisi atau radio membuat rubrik-rubrik menarik perhatian dengan menantang caleg beradu pendapat, atau model lain, tetapi tujuannya ingin memberi ruang dan waktu untuk mengenalkan dan menyampaikan pendeapar pribadi atau prigram partai.
Hasil survei Litbang Kompas pada 24 September-5 Oktober 2018, dimana survei dilakukan terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi. Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error 2,8 persen.Enam partai politik terancam tidak lolos ambang batas parlemen yang sebesar 4 persen.
Sementara lima parpol lain posisinya belum aman untuk lolos ke DPR periode 2019-2024.: PDI-P, Gerindra, PKB, Golkar di Urutan 4 Besar Seperti dikutip dari harian Kompas, elektabilitas enam parpol hanya berada antara 0,1 persen hingga 1 persen. Jika mempertimbangkan angka simpangan survei (± 2,8 persen), angkanya belum mampu menempus ambang batas parlemen 4 persen. Kelimanya, yakni: Hanura (1 persen) PBB (0,4 persen) PSI (0,4 persen) Partai Berkarya (0,4 persen) Partai Garuda (0,3 persen) PKPI (0,1 persen) Sementara lima parpol lain posisinya belum aman, tetapi berpotensi menembus ambang batas jika mempertimbangkan angka simpangan survei (± 2,8 persen). Kelimanya, yakni: Partai Nasdem (3,6 persen) PKS (3,3 persen) PPP (3,2 persen) PAN (2,3 persen) Perindo (1,5 persen).
Hasil survei, Lingkaran Survei Indonesia Denny JA, pada 12-19 Agustus 2018 dengan menggunakan metode multistage random sampling yang melibatkan 1.200 responden dan margin of error 2,9 persen, bahwa elektabilitas partai jelang Pemilihan Umum 2019 (1) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 24,8 persen; (2) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 13,1% ‘ (3) Partai Golkar 11,3%; (4) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 6,7; (5) Partai Demokrat 5,2%’ (6) Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) 3,9%’ (7) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 3,2%’ (8) Partai Nasional Demokrat (NasDem) 2,2%’ (9). Partai Persatuan Indonesia (Perindo) 1,7%; (10). Partai Amanat Nasional (PAN) 1,4%; (11).Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 0,6%; (12). Partai Bulan Bintang (PBB) 0,2%; (13).Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 0,2%; (14). Partai Berkarya 0,1%; (15).Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda) 0,1%; (16). Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 0,1%; (17). Undecided voter 25,2%.
Hasil survei internal Partai Golkar terbaru sebagaimana pernyataan Pelaksana tugas (Plt) Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar DKI Jakarta Rizal Mallarangeng kepada wartawan usai menghadiri Silaturahmi dan Sambung Rasa dengan sejumlah kader dan pengurus Partai Golkar di kantor DPD Golkar Jakarta, berkat kerja keras semua komponen kader Golkar, itu semua dapat terlewati dan survei terbaru Golkar 16,8. Hasil itu menunjukkan adanya mengalami peningkatan dibandingkan Pemilu 2014 lalu.
’’Perang Survei’’.
Survei dari berbagai lembaga kompeten pada bulan Januari 2019 sampai menjelang coblosan nanti, sangat menentukan kemungkinan hasil riil Pemilu 2019. Sebab, tidak tertutup kemungkinan partai lama maupun partai baru, sama-sama melakukan kampanye dengan berbagai pendekatan, guna mendongkrak hasil Pemilu 2019 mencapai angka sihnifikan, persen atau lebih, sehingga mengamankan posisi partai di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) RI. Mengingat pertarungan merebut 4 persen secara nasional, merupakan kunci apakah partai-partai itu mampu bertahan dan menjadi bagian dari pemerintahan 5 tahun ke depan.
Mengapa demikian? Bagi partai politik tidak masuk Senayan atau dengan kata lain gagal mencapai Parliamentary threshold (PT) atau ambang batas suara untuk parlemen sebesar 4 persen, maka sama saja partai yang bersangkutan ’’lempar handuk’’. Sebab ibarat pertandingan atau kompetisi, sudah tidak mampu lagi bertanding atau berkompetisi untuk ikut serta dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara, melalui pembuatan undang-undang, mengkontrol kinerja lembaga eksekutif maupun memberikan masukan dan saran, dalam melakukan pergaulan dengan bangsa-bangsa di dunia.
Tetapi, bagi partai yang mampu mengumpulkan total suara dan menempatkan caleg di DPR RI mencapai 4 persen, maka akan menjadi bagian dari rposes berbangsa dan bernegara, walaupun tidak mutlak. Sebab, partai besar yang menguasai parlemen dengan sesama partai koalisi, sudah pasti akan menentukan semua arah pemerintahan ke depan. Walaupun juga tidak mutlak. Mengingat perlawanan segelintir anggota dewan dalam berbagai kebijakan, masih tetap menjadi bagian dari proses bernegara yang ideal dan sesuai dengan ketentuan perundangan.
Hidup Mati Partai
Oleh karena itu, ’’Perang Survei’’ lembaga-lembaga yang kompeten untuk melakukan itu, sangat menentukan partai mana saja akan manggung di Senayan, dengan minimal 24 kursi atau 4 persen dari jumlah 575 DPR RI hasil Pemilu 2019 nanti. Oleh karena itu, bagi partai yang sudah disahkan ikut Pemilu 2019, maka harus konsentrasi penuh untuk memenangkan perebutan kursi di Senayan. Sebab jika gagal, maka berapa pun keberhasilan di DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota, sama dengan ayam kehilangan induk. Hanya berkoar-koar di daerah, tetapi tidak mampu mewarnai di tingkat pusat yang menjadi tolok ukur perjuangan suatu partai.
Waktu 3 bulan ke depan, sebelum memasuki masa kampanye 23 Maret di semua media dan ruang publik sesuai dengan ketentuan, maka kampanye sesuai dengan ketentuan dengan menggunakan alat peraga kampanye, merupakan salah satu alternatif para caleg maupun tim pemenangan partai untuk melakukan usaha maksimal merebut kursi di semua tingkatan, terutama di DPR RI. Sebab, kursi di DPRD Kabupaten/Kota akan menentukan perjuangan partai di dapil itu, minimal di wilayah kabupaten/kota itu dapat memperjuangkan rakyat sesuai dengan visi dan misi partai. Demikian juga DPRD Provinsi, akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam meningkatkan perjuangan partai menuju cita-cita yang ingin dicapai.
Mengingat begitu penting dan sangat menentukan, maka sisa waktu 3 bulan ke depan menjadi pertaruhan ’’hidup mati’’ partai politik peserta Pemilu 2019, apakah sanggup memuwujudkan fraksi di DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, dan DPR RI, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, atau kembali hanya menjadi penonton di luar arena, atau di dalam arena tetapi tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Oleh karena menjadi ’’hidup mati’’ partai politik, maka para kader sudah saatnya tidak berebut suara sesama pemilih caleg satu partai, tetapi menyuarakan kebersamaan dan kekompokan, dengan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, merupakan kegiatan dan program utama.
Menunggu ’’Perang Survei’’ sesunggunya menunggu persiapan dan kesungguhan partai politik, melakukan berbagai pendekatan juga berbagai cara yang sangat elegan, untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya sesuai dengan ketentuan. Bukan menghalalkan segala cara untuk meraih kursi dan jabatan semata. Sebab menggunakan banyak cara dengan menghalalkan segala cara adalah sesuatu yang berbeda. Menghalalkan segala cara, maka tidak akan sinkron dengan hasil survei. Tetapi menggunakan banyak cara, apalagi dengan budi pekerti luhur, insyaAllah tidak berbeda jauh dengan hasil survei. Yang pasti pemenang Pemilu 2019 adalah pemegang amanah rakyat dan menjadi wakil rakyat sesungguhnya, bukan membeli suara rakyat dan menjual hak dan kepentingan rakyat. (*)