Optimistis Jawa Timur Menuju PON XX/2020 Papua

Optimistis Jawa Timur Menuju PON XX/2020 Papua
Ketua Harian KONI Jatim M. Nabil

Prestasi atlet-atlet Jawa Timur yang memperkuat kontingen Indonesia di Asian Games 2018 lalu, sangat membanggakan. Di ajang multievent tersebut, Indonesia menempati posisi empat dengan raihan medali 31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu.
Siapa sangka, dari total raihan medali kontingen Indonesia, atlet Jawa Timur berjaya, karena memberikan kontribusi besar dengan menyumbang 11 emas, 6 perak, 12 perunggu, dari 10 cabang olahraga. Atas prestasi itu, Ketua KONI Jatim Erlangga Satriagung mendapatkan penghargaan dari Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman. Erlangga dinilai sukses melaksanakan pembinaan di Jawa Timur.

Dibandingkan dengan provinsi lain, Jatim telah membuktikan bahwa atlet-atletnya luar biasa, karena telah memberikan kontribusi sangat besar untuk Indonesia. Itu sekaligus membuktikan bahwa Jatim sudah on the track. Bahkan, disebut-sebut pula, pembinaan atletnya telah berbasis sport science (sains olahraga) dengan konsep champion by design (juara berdasarkan desain).

Dengan sistem pembinaan itu, kemampuan seorang atlet sudah bisa diprediksi jauh hari sebelum tanding. Bahkan, dengan sistem itu pula, tak pelatih, tetapi kemampuan tim Bidang Pembinaan dan Prestasi (Binpres) KONI Jatim diuji untuk bisa mengetahui perkembangan kualitas atlet yang berada di Puslatda.

Memang, berbicara sukses prestasi, tanggung-jawabnya ada di KONI dan kuncinya ada di Binpres. Binpres yang menjadi tumpuan KONI, diharapkan memiliki kemampuan yang bisa dan mampu meletakkan dasar-dasar pembinaan terukur dan dipahami oleh cabor yang akan mengikuti Pemusatan Latihan Daerah (Puslatda). Mungkin karena itulah, bidang ini banyak menyedot anggaran dalam membina atlet-atlet berprestasi.

Tak hanya Binpres, mereka yang berada tim Monitoring dan Evaluasi (Monev), juga harus bekerja lebih maksimal. Seorang monev harus mampu memetakan potensi prestasi cabor. Memantau program kerja/ pembinaan cabor, dan paling penting adalah mengecek kesiapan cabor, termasuk kendala-kendalanya. Tentunya dengan dukungan data dan fakta berdasarkan pengamatan langsung di lapangan. Karena itulah tim monev dibentuk, untuk mengawal program pembinaan cabor.

Ketua KONI Jatim Erlangga Satriagung saat bersama atlet-atlet Jatim yang berlaga di PON XIX/2016 Jabar.
Ketua KONI Jatim Erlangga Satriagung saat bersama atlet-atlet Jatim yang berlaga di PON XIX/2016 Jabar.

Kini, tantangan ke depan adalah menuju Pekan Olahraga Nasional (PON) XX/2020, di Papua yang diselenggarakandi lima kota yaitu Jayapura, Timika, Wamena, Biak, dan Merauke. Sebab, kepengurusan KONI Jawa Timur periode 2017-2021 yang dinakhodai Erlangga Satriagung punya target juara umum. Masih tersisa waktu satu tahun lagi buat KONI Jatim untuk menggembleng atletnya.

Selama PON digelar hingga ke XIX di Bandung, Jawa Barat, kontingen Jawa Timur baru dua kali mengukir sejarah sebagai juara umum. Yakni, pada PON XV/2000 di Surabaya dan PON XVII/2008 di Samarinda, Kalimantan Timur. Pada PON XVIII/2012 di Riau, dan PON XIX/2016 di Bandung, Jawa Barat, kontingen Jatim hanya mampu finish di urutan tiga.

Capaian sukses, tentu tak lepas dari bagaimana jalannya proses pembinaan dan pelatihan yang diterapkan kepada atlet. Lantas, sudah sejauh mana KONI Jatim menggembleng dan mempersiapkan atlet-atletnya ? Akankah kesuksesan PON tahun 2000 (Surabaya) dan 2012 (Riau) bisa terulang di Bumi Cenderawasih? Berikut petikan wawancara ringan wartawan korantransparansi/ wartatransparansi.com dengan Ketua Harian KONI Jatim, M. Nabil.

Bagaimana persiapan menuju PON Papua ?
Bicara soal persiapan, tentu sejak jauh hari sudah dilakukan. Semua cabor telah mempersiapkan dirinya. Namun, tahapan persiapan sebenarnya berada di ajang Pra PON yang pelaksanaanya setahun sebelum digelarnya PON. Mungkin (pelaksanaan Pra PON) di antara bulan Juli hingga November 2019 mendatang. Di situlah persiapan yang sebenarnya untuk kemudian lolos ke PON.

Di ajang Pra PON itu, kita bisa memilah prioritas nomor-nomor terukur. Contohnya atletik, renang, panahan, menembak. Juga bela diri seperti silat, nomor karate, wushu santa, taekwondo dan judo. Untuk nomor kempo, belum bisa menjadi ukuran, karena masih baru terbentuk. Tentu, hasil di Pra PON juga tak menjamin akan sukses di PON. Tapi, lebih dari itu, kesiapan mental atlet yang berlaga dan sukses di Pra PON, biasanya akan terus terbawa ketika tampil di PON.

Soal kekuatan kontingen Jatim dan nomor yang akan diikuti ?
Yang sudah dipastikan, PON Papua mempertandingkan 45 cabor. Nomornya belum ada kepastian, mungkin 770. Sebab, tuan rumah juga punya kepentingan di situ untuk memperoleh medali. Jumlah itu sudah termasuk dengan cabor tambahan dari tuan rumah seperti muaythai, rugby, gateball, woodball, petanque, tarung derajat dan dansa.

Tetapi, ada juga nomor yang diusulkan oleh tuan rumah untuk dihapus. Antaranya Boling, Panjat Tebing, Bola Tangan, Bola Keranjang dan Arung Jeram. Ada rencana batal, tapi soal ini masih menunggu kepastian.

PB PON sendiri telah membatasi tentang kuota peserta, dengan berbagai pertimbangan, seperti soal akomodasi dan lainnya. Jadinya, kalau saat PON Jawa Barat kuotanya 9000, di Papua dikurangi menjadi 6000. Karena itu, untuk kontingen Jatim jumlahnya 1200, sudah termasuk official.

Cabor apa saja yang dianggap lumbung emas ?
Memang ada beberapa cabor yang menjadi lumbung emas bagi Jatim. Antaranya renang, atletik, panahan, wushu, ski air, selam, senam, paralayang, boling, golf dan panjat tebing. Untuk soal panjat tebing, jika ternyata dihapus, itu jelas merugikan Jatim.

Belum lagi masalah pembatasan usia yang kabarnya akan diterapkan. Semisal cabor ISI (Ikatan Sport Sepeda) yang dibatasi 23 tahun. Lha, usia 23 tahun itu khan berarti generasi murni. Begitu juga untuk tenis meja, batasan usianya 25 tahun. Kayaknya kita ini mau dihabisi.

Realistis, berapa target medali untuk bisa meraih juara umum ?
Soal ini belum bisa kami tentukan. Ya, kalau di atas 100 mungkin sudah aman. Tetapi itu belum maksimal, karena saat PON Bandung, Jatim memperoleh 132 medali emas.

Namun, hasilnya bisa maksimal jika dari 770 nomor itu, Jatim bisa meraih di angka 170 medali emas. Tentu, itu bukanlah target medali yang mudah untuk kita dapatkan. Apalagi, tuan rumah khan mengusulkan cabor yang menjadi unggulannya untuk bisa mendulang emas.

Meskipun cabor yang diusulkan bukan cabor yang sinkron atau dipertandingkan di Olimpyc (Olimpiade), bahkan belum pernah dipertandingkan di PON sebelumnya, khan sudah bisa menambah pundi-pundi emas untuk tuan rumah. Kalau sudah begitu, jadinya agak lucu. Tapi, apapun itu, kita kembalikan lagi bahwa tuan rumah memang berhak untuk menambah atau mengurangi cabor yang dipertandingkan.


Soal peta kekuatan, provinsi mana yang dianggap sebagai lawan terberat Jawa Timur ?

Selama terselenggaranya PON, rival kita adalah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kini ditambah satu lagi, Papua. Kenapa Papua, ya karena sebagai tuan rumah mereka pasti akan berjuang untuk mendulang medali emas sebanyak-banyaknya.

Sukses prestasi, tentu tanggungjawab KONI. Tapi, kuncinya ada di Binpres dan Monev. Lantas, sejauh mana peran dua bidang ini dalam mempersiapkan cabor dan meningkatkan kualitas atlet ?
Peran dan kemampuan tim Binpres memang menjadi ujian untuk mengetahui perkembangan kualitas atlet. Sebab, berbicara soal prestasi, kuncinya ada di Binpres. Binpres menjadi tumpuan KONI, karena tugasnya harus mampu meletakkan dasar-dasar pembinaan terukur dan dipahami oleh cabor yang ikut puslatda. Kerja Binpres harus maksimal betul, dan Alhamdulillah sekarang sudah mulai maksimal. Mereka (tim Binpres) selalu mendampingi dan mengikuti perkembangan atlet dalam setiap pelatihan, tes fisik, konsentrasi, psikologis, agar semua terkontrol dengan baik. Harus mengerti perkembangan atlet Puslatda, melakukan kontrol bahkan hingga kehidupan si atlet saat di rumah pun, harus tahu. Semisal kebiasaan makan dan lainnya.

Begitu juga tim Monev. Pak Erlangga (Ketua KONI Jatim) selalu mewanti-wanti agar kerjanya juga harus maksimal, tidak asal monev tapi tak mengerti tugas sesungguhnya. Seorang monev harus mampu memetakan potensi prestasi cabor. Memantau program kerja/ pembinaan cabor, paling penting adalah mengecek kesiapan cabor, termasuk kendala-kendalanya. Harus tahu perkembangan cabor, tak hanya Jatim tapi juga kekuatan cabor daerah lainnya.

Monev harus bisa memetakan kekuatan itu dengan dukungan data dan fakta langsung di lapangan. Tidak bisa cuma melaporkan melalui telepon atau tulisan, bahwa semuanya bagus atau ada perkembangan. Karena itulah tim monev dibentuk. Tugasnya cukup berat. Hampir setiap ada tugas monev, selalu ada laporan. Bahkan, di ruanganku menjadi tempat pertemuan rutin para monev untuk melaporkan hasil kerjanya.

Karena pertimbangan itu pula, Pak Erlangga menekankan, jika ada yang mengganggu atau menghambat kerja Binpres dan monev, segera laporkan, maka akan dilakukan penindakan atau sanksi tegas bagi siapa saja yang menghambat.

Kalau semua sistem berjalan dengan baik, maka hasilnya pun menjadi baik. Makin efektif kerja sistem, maka akan makin baik kualitas yang dihasilkan, demikian juga sebaliknya. Karena pembangunan olahraga pada dasarnya merupakan suatu pelaksanaan sistem. Prestasi olahraga merupakan perpaduan dari berbagai aspek usaha dan kegiatan yang dicapai melalui sistem pembangunan. Tingkat keberhasilan pembangunan olahraga ini sangat tergantung pada keefektifan kerja sistem tersebut.

Jatim sudah on the track, karena pembinaan atletnya sudah berbasis sains olahraga dengan konsep juara berdasarkan desain. Bisa dijelaskan ?
Asian Games 2018 lalu, satu bukti akan keperkasaan atlet-atlet kita, karena memberikan kontribusi 11 dari 31 medali emas. Ini tak lepas dari program-program dalam pelatihan maupun peningkatan performa atlet, khususnya sport science. Penerapan sport sciences secara terlembaga dan tersistem ini, era baru dalam upaya peningkatan prestasi atlet-atlet kita. Para pelatih dan atlet sudah mampu menilai kekuatan dirinya.

Program sport science yang sudah dijalankan by design sejak lama, memberi output lebih baik. Apalagi metode itu membuat atlet bisa menilai kemampuannya sendiri sejak awal, kendati tidak mutlak. Dengan hasil ini memperlihatkan bahwa kita sudah on the track dengan sport science. Jadi, apa yang kita kalkulasi itu terjadi di Asian Games yang lalu.

Setidaknya, dari hasil pembinaan berbasis sport science, atlet kita memiliki fighting spirit yang baik, dan punya kondisi fisik yang sudah baik.

Tentang Puslatda Jatim for Papua yang sudah berbasis Iptek dengan menerapkan empat pilar ?
Sejak Juli 2017 sudah ada Puslatda berbasis Ilmu Pengetahuan Teknologi (Iptek). Jika Puslatda Jatim tahun sebelumnya berbasis Iptek dengan hanya menerapkan tiga pilar, yaitu fisik, gizi dan psikologi, ada Puslatda Jatim for PON Papua ditambah satu pilar lagi, yaitu bio mekanik.

Tak hanya itu, kami juga membentuk Badan Pendidikan dan Latihan (Badiklat) untuk mendorong kualitas pelatih dan wasit. Badiklat ini juga mengurusi kelanjutan studi atlet, agar terjamin masa depan pendidikannya. Ini mamacu semangat atlet untuk berprestasi.

Kami juga ingin pelatih-pelatih yang secara akademis masih kurang, akan dimaksimalkan minimal hingga S1. Mereka harus punya metodologi penerjemahan bagaimana pelatihan-pelatihan itu dengan cara bacanya. Kami mendorong para pelatih Puslatda memiliki lisensi atau sertifikat kepelatihan. Karena itu, KONI Jatim menggelar sejumlah uji kompetensi dan sertifikasi dengan menggandeng badan-badan yang berkompeten.

Jangan sampai ada pelatih yang memiliki kemampuan teori dan mendapatkan sertifikasi, tetapi tidak punya kemampuan untuk mentransformasi dan mengimplementasikan ilmunya kepada atlet.

Kami mencoba mengolaborasi antara prestasi pelatih dengan kemampuannya untuk menerjemahkan ilmunya. Sebab, pelatih tidak hanya mentransformasi skill saja, dia mentransformasi perilaku baik, kedisiplinan dan mental positif. Kalau sekadar transformasi skill, yang muncul adalah pretasinya bagus tetapi mentalnya atau attitude-nya tidak bagus.

Anggaran menjadi salah satu permasalahan dalam mengembangkan kapasitas atlet. Mati hidupnya cabor, bermuara pada anggaran. Apalagi menjelang sebuah event. Jika boleh tahu, sudah berapa besar anggaran dihabiskan dalam puslatda hingga menjelang PON XX/2020 Papua ?
Soal data anggarannya, saya lupa bawa. Yang pasti, pada 2018 lalu, alokasinya untuk kita (KONI Jatim) memenuhi syarat, sehingga penggunaan anggaran untuk Puslatda pun berjalan baik.

Untuk tahun 2019, sudah digedok Rp 133 miliar. Nilai tersebut sudah termasuk untuk anggaran pelaksanaan Porprov nanti yang banyaknya Rp 30 miliar. Alhasil, setelah dipotong untuk Porprov, berarti tersisa Rp 123 miliar. Dengan kekuatan sisa anggaran itu, jelas kurang. Karenanya, kami ingin ada tambahan yang proporsional sekitar Rp 80 miliar.

Sebagai perbandingan, di Jawa Barat, untuk pendanaan even Porprovnya saja sudah Rp 133 miliar, bahkan ditambah Rp 10 miliar untuk pembukaan dan penutupan. Itu hanya untuk pelaksanaan Porprov. Sedangkan di KONI Jatim, alokasi anggaran yang hampir sama, digunakan untuk setahun. (wetly aljufri)