Ir. Fandi Utomo, Di Antara Sosialisasi Pileg dan Calon Walikota Surabaya

Ir. Fandi Utomo, Di Antara Sosialisasi Pileg dan Calon Walikota Surabaya
Ir. Fandi Utomo

Di tahun 2010, politikus bernama Ir. Fandi Utomo, pernah maju sebagai calon Wali Kota Surabaya berpasangan dengan Yulius Bustami. Sayang, dalam perhelatan pesta demokrasi di Surabaya itu, pasangan ini gagal menuju impian. Kalah dari pasangan Tri Rismaharini dan Wisnu Sakti Buana.

Bukan berarti karier politik mantan dosen teknik elektro di ITS Surabaya (1993-2004) itu habis. Ketika maju dalam Pileg untuk anggota DPR RI periode 2014-2019, berangkat dari Dapil Jatim I, tokoh dan petinggi Partai Demokrat Jatim ini, lolos melenggang ke Senayan.

Sayang, dalam perjalanan kariernya di Demokrat dan sebagai anggota DPR RI di Komisi II (Pemerintahan Dalam Negeri & Otonomi Daerah, Aparatur & Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan & Reforma Agraria), Fandi Utomo ‘terantuk kerikil’. Dituding melakukan kecurangan suara oleh rekan partainya sendiri di Demokrat. Dalam prosesnya, Fandi dinyatakan kalah dalam gugatan. Dia lantas di PAW. Itulah politik.

April 2018, Fandi tak lagi sebagai anggota DPR RI. Tak butuh waktu lama, politikus yang juga pengusaha ini pun melepas seragam biru kebanggaan Demokrat. Dia hijrah, dan berganti seragam berwarna hijau kebanggan PKB.

Di parpol barunya, PKB, Fandi kembali maju nyaleg DPR RI lewat Dapil Jatim I (Surabaya-Sidoarjo). Gayung bersambut, dorongan kepercayaan muncul dari warga Nahdliyin. Tak main-main, selain untuk lolos ke Senayan, Fandi pun digadang-gadang sebagai sosok calon pengganti Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang sudah menjabat dua periode.

Dukungan bermunculan, tak saja mendapat restu Muslimat NU Surabaya, tetapi juga DPC, DPW, bahkan akan langsung direkom DPP PKB. Selain itu, Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim terpilih Khofifah Indar Parawansa & Emil Elistianto Dardak, juga memberikan dukungan dan motivasi.

Terbukti, guna mencapai terget tersebut, DPC PKB Kota Surabaya mengeluarkan instruksi resmi bernomor  027/DPC-03/V/B2/VIII/2018. Isinya, seluruh struktur hingga tingkat ranting di Surabaya, anggota DPRD maupun caleg DPRD Kota Surabaya, dan kader penggerak PKB kota Surabaya, bergerak menyukseskan dan mendukung penuh Fandi Utomo wali kota 2020.

Ir. Fandi Utomo
Ir. Fandi Utomo

Begitu besar harapan agar seorang Ir. Fandi Utomo lolos ke Senayan dan dijadikan sosok yang pantas menggantikan Wali Kota Risma di 2020. Adakah persiapan khusus? Berikut petikan wawancara korantransparansi/wartatransparansi.com

 ===

Ketika Anda menjadi kader Demokrat, itu terjadi tahun berapa, dan jabatan apa yang terakhir di partai berlambang bintang bersinar tiga arah itu ?

Saya pegang KTA PD 2009, atas permintaan Ketum PD (Hadi Utomo), 2009 – 2011 sekretaris PD Jatim, 2015 – 2017 sekretaris Dept. Dalam Negeri DPP PD. 2017 – 2018 ketua dept Dalam Negeri DPP PD. Ketua Tim Kampanye Daerah SBY – JK Jatim Pilpres 2004 putaran satu. Putaran dua saya wakil ketua Tim Kampanye Daerah SBY – JK Jatim (bukan dari unsur Partai, tapi  relawan).

Sebelum Mei 2004, saya PNS, Dosen ITS. Saya mengundurkan diri karena diminta menjadi ketua tim kampanye daerah SBY – JK Jatim Pilpres 2004. 2005 saya pemegang KTA PKB (pertama kali saya punya KTA Partai). Pasca 2011 saya vakum di kegiatan PD, aktif kembali di PD ketika diminta mencalonkan DPR RI pada 2013.

Belum lama ini (April 2018), publik Jawa Timur, Surabaya khususnya, sempat kaget penuh tanya, saat Anda memproklamirkan diri bergabung dengan PKB. Apa karena tak puas dengan kebijakan parpol sebelumnya, semisal terjadinya PAW atas diri Anda di DPR RI, atau ada alasan lain ?

Saya pegang KTA PKB lagi Juli 2018, PAW dari FPD Mei 2018. PAW karena berdasarkan Putusan Mahkamah Partai : a. diberhentikan dari keanggotaan PD b. PAW dari keanggotaan DPR RI FPD. Putusan Mahkamah Partai tidak dilaksanakan Ketum PD sampai 2 tahun, Ketum PD digugat dan putusan MA  memerintahkan Ketum PD untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Partai.

Jadi tidak mungkin saya kembali ke PD, karena  putusan PAW itu sah jika didahului dengan pemberhentian keanggotaan, meskipun DPP PD tidak pernah memberhentikan saya dari keanggotaan PD. Demi sahnya putusan PAW dimaksud, saya harus menganggap bahwa saya sudah diberhentikan dari keanggotaan PD.

Sebagai seorang politikus yang sudah matang karena pengalaman, apakah Anda tak takut dicap sebagai kutu loncat ?

Kalau ke PKB saya bukan loncat, tapi kembali (rujuk), karena pertama kali saya punya KTA partai, ya PKB.

Lewat PKB pula, Anda kembali maju nyaleg untuk DPR RI lewat Dapil Jatim I. Berbekal pengalaman, Anda tentu tahu di mana saja kantong-kantong suara bisa diperoleh ?

NU dan PKB bukan lingkungan baru buat saya, sewaktu nyaleg melalui PD sebagian besar pemilih saya dari Nahdliyin, dan Jatim 1 memang kantong NU & PKB.

Perjuangan Anda saat ini, mungkin berdarah-darah. Sebab, tak saja mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran. Lebih dari itu, Anda pun pasti mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Yang menjadi pertanyaan, program apa yang sudah Anda tawarkan dan janjikan kepada masyarakat di Dapil Jatim I, jika Anda lolos ke Senayan ?

Sebagai Caleg, saya tidak bisa menawarkan program saya pribadi, tetapi program partai (PKB), Terutama mendorong kaum marginal, yang sebagian besarnya adalah warga Nahdliyin, untuk mendapatkan kesempatan untuk hidup lebih maju & lebih sejahtera. Meskipun demikian, sebagian besar pemilih di Jatim 1 mengenali keaktifan saya selama menjadi anggota DPR RI beberapa  waktu lalu, saya kira itu cukup memberikan harapan.

Ketika Anda harus sibuk berjibaku dan konsentrasi penuh dalam Pileg, bersamaan itu, muncul dorongan dari warga Nahdliyin, agar Anda siap dicalonkan menjadi Wali Kota Surabaya tahun 2020. Ini bukan keniscayaan, tetapi kepercayaan yang sangat luar biasa, mengingat dukungan tersebut juga sudah ‘direstui’ oleh Ketua Umum DPP PKB. Bagaimana Anda bisa mengolaborasi langkah, antara kepentingan Pileg dan calon Wali Kota Surabaya tahun 2020?

Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai maupun kandidat sebagaimana diatur dalam UU Pemilu maupun UU terkait Pilkada. Jadi saya tinggal mengolaborasi dan mengikhtiarkan, bagaimana syarat-syarat itu bisa dipenuhi.

Bagaimana Anda menerjemahkan ‘tantangan’ Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak, agar Anda bisa merebut kursi Wali Kota Surabaya ?

Yang pertama, saya berusaha benar-benat memahami  visi dan misi Ibu Khofifah dan Pak Emil sebagai  kepanjangan tangan Pemerintah Pusat nantinya dan bagaimana implementasinya di Surabaya.

Kedua, semaksimal mungkin meningkatkan komunikasi dan pemahaman tentang Surabaya dan  warganya, berikut tantangan dan kekuatannya.

Ketiga, meningkatkan basis legitimasi dan pemenuhan syarat-syarat.

Selebihnya mengalir saja, karena apapun, yang terpenting adalah kemauan dan kebutuhan warga Surabaya akan masa depannya dan kepemimpinan yang dianggap sesuai.

Selama ini, bagaimana Anda melihat gaya kepemimpinan Wali Kota Tri Rismaharini dalam membangun Kota Surabaya ?

Saya bukan orang yang pandai menilai orang, apalagi pemimpin seperti Bu Risma. Yang jelas, beliau dipilih 86 % pemilih Surabaya. Tapi, bagaimanapun juga kepemimpinan beliau harus berakhir di 2020 dan keberlanjutan estafet kepemimpinan di Surabaya adalah keniscayaan, dan tantangan yang dihadapi juga berkembang.

Jika nanti rekomendasi calon tunggal wali kota dari PKB sudah di tangan, program (visi misi) apa yang cocok Anda tawarkan kepada warga Kota Pahlawan untuk menuju sebuah perubahan dan perbaikan?

Ada banyak hal yang perlu diteruskan dan dikembangkan, namun ada banyak lain yang sangat menentukan masa depan Surabaya dan warganya yang perlu mendapat prioritas dan penanganan dengan skala yang cukup, disamping penyelarasan dengan progran nasional dan  provinsi. Detilnya akan saya jelaskan pada saatnya.

Jika boleh berandai dan memilih, partai mana yang sekiranya cocok bersanding dengan PKB untuk merebut kursi L-1 Surabaya?

Saya pernah dan bisa bekerja sama dengan hampir semua partai dalam banyak hal. Bagaimana koalisi PKB ke depan, tentu perlu kita lihat perkembangan ke depan.

Deal-deal, terkadang sesuatu yang niskala atau abstrak dalam berpolitik. Namun, bisa juga nyata. Misalnya, soal mahar yang harus dipenuhi sebagai jaminan rekomendasi. Tanggapan Anda ?

Mahar politik dilarang Undang-Undang, termasuk UU terkait Pilkada. Banyak cara bekerja sama tanpa harus terjerat pelanggaran UU.

Merujuk pada para akademisi ilmu politik dan pemikir, konteks politik itu adalah proses, partisipasi, perilaku, system, legitimasi, kekuasaan, dan harus tahu seluk beluk tentang parpol. Simpelnya, politik selalu dikaitkan dengan pengambilan keputusan, kepentingan masyarakat luas, dan menciptakan kehidupan yang lebih baik.  Dari situ, sebenarnya politik tidak negative. Tapi, sebagian orang beranggapan, politik itu jahat, tega, dan kotor. Pendapat Anda ?

Politik adalah ilmu, seni dan praksis pengelolaan kepentingan dan pencapaian tujuan orang seorang atau orang banyak melalui kekuasaan negara. Di dalam politik ada keutamaan-keutamaan (virtue) yang harus diperjuangkan. Jika tidak ada keutamaan yang diperjuangkan, orang akan mudah menyerah dalam berpolitik. (wetly ha aljufri)