Surabaya – Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan sistem ekonomi kerakyatan yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat merupakan wujud dari working ideology Pancasila.
Bila ini diterapkan maka akan terwujud kesejahteran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ungkapnyaketika membuka Seminar Internasional Pancasila di Surabaya, Senin (3/12/2018).
Perwujudan kesejahteraan sosial ini, lanjut Pakde Karwo, tertuang dalam Pasal 33 dan 34 UUD 1945. Dalam mewujudkan kesejahteraan ini tugas negara ada dua. Pertama harus menjadi Welfare State, dimana negara wajib mewujudkan kesejahteraan sosial di bidang ekonomi. Kedua, Verzorging State atau konsep negara harus hadir mengurus kepentingan rakyatnya melalui kebijakannya.
Disinilah negara mengatur, mengendalikan, mendistribusikan dan memfasilitasi. “Inilah yang dilakukan di Jatim, bila tidak ada policy afirmatif terhadap yang kalah dalam pertarungan, mereka akan habis.
Tidak bisa yang besar, menengah dan kecil dibiarkan bertarung atas nama efisiensi, pemerintah harus memberi intervensi. Yang besar difasilitasi, yang menengah diberikan stimulasi dan yang kecil dibantu,” kata Pakde Karwo.
Menurutnya, di era saat ini, Pancasila dan globalisasi dapat saling merangkul dan memberi manfaat. Pancasila tidak boleh ekslusif tetapi harus inklusi, yakni merangkul semua. Bila ada kelompok yang tidak setuju harus dibawa satu meja untuk berdiskusi. Termasuk soal ekonomi kerakyatan, dimana negara tidak boleh membiarkan yang kecil kalah dan mati dalam pertarungan.
Lebih lanjut menurutnya, salah satu model ekonomi kerakyatan yang diterapkan di Jatim yakni melalui konsep Jatimnomics. Model ini mengedepankan tiga aspek utama. Pertama, produksinya fokus meningkatkan SDM untuk menjamin keberlanjutan penghidupan yang layak.
Kedua, strategi pembiayaan, serta ketiga adalah aspek pemasaran dimana pasar didesain untuk memperkuat pasar domestik sehingga tercipta kemandirian ekonomi.
“Jatimnomics ini didukung pondasi harmonisasi kultur dan religi, sinergitas tiga pilar dan regulasi. Konsep ini dilakukan agar ekonomi Jatim tumbuh inklusif dan berkeadilan.,” jelasnya.
Untuk mendukung hal tersebut, perlu adanya ruang publik yang deliberatif, agar tidak ada kegaduhan dan keributan di bidang politik yang mampu mengganggu investasi. Semua masalah diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Selain itu, perlu adanya pendekatan partisipatoris, dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan suatu keputusan.
“Jadi perintah budaya kita adalah musyawarah mufakat, bukan struktural. Sehingga bila ada struktural kecuali TNI dan Polri sebaiknya kembali ke jalan yang benar karena itu menjadikan eksklusif. Semua harus dirangkul, itulah kekuatan musyawarah mufakat,” katanya.
Sementara itu Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Dr. Hariyono, M.Pd mengatakan, seperti yang disampaikan Bung Karno, eksistensi Pancasila tidak hanya relevan dalam menyatukan kebhinekaan bangsa, namun sekaligus menjadi bintang penuntun atau yang disebut dengan “Leitstar Dinamis” dalam mengarungi kehidupan masa depan Indonesia.
Menurutnya, Pancasila digali dan dirumuskan Bung Karno pada masa dan suasana kolonial. Namun, Pancasila memberikan landasan sekaligus orientasi energi positif kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak diwarnai oleh dendam, kemarahan serta kebencian.
Pancasila berbasis pada “power with” kekuasaan bersama untuk saling kerjasama, membantu dan tumbuh bersama menggapai kebahagiaan. Dan bukan “power over” atau kekuasaan yang eksploitatif dan manipulatif terhadap pihak lain. (fir)