Opini  

Politik Berakhlaq sebuah Kewajiban Berdemokrasi

Politik Berakhlaq sebuah Kewajiban Berdemokrasi
Kontemplasi Ramadan Djoko Tetuko

Oleh : Djoko Tetuko

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah SWT dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (QS Al Ahzab :
21) Pada tahun politik 2018 dan 2019, ketika Pemilihan Umum serentak
dengan memilih Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Daerah
(DPD/senator), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPRD seluruh Provinsi
dan Kabupaten/Kota, maka cara berpolitik santun dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur kebangsaan Indonesia, akan menjadi pintu
gerbang menuju tatanan berbangsa dan bernegara yang sehat dan

Mengapa berpolitik santun dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia
yang sudah termaktub dalam Pancasila, menjadi penting dan
menjadi pintu gerbang ke arah pemerintah yang bersih dan berwibawa
juga bermartabat. Karena sesungguhnya tanpa landasan ideologis seperti
itu, maka cara berbudaya dalam pemerintahan masih tetap saja
mengandalkan “kekuasaan” dan “korupsi” berjamaah yang sudah menjadi
budaya baru.

Peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW, bertepatan dengan tanggal
20 November 2016 (12 Robiul Awal 1439 H) merupakan
momentum untuk melakukan refleksi sekaligus kontemplasi, bahwa
mengikuti ajaran Rasulullah dan mengikuti cara berpolitik Rasulullah
dengan kesantunan, dengan teladan kebaikan, kesabaran, disiplin
tinggi, rendah hati, dan selalu menghormati siapa saja, lawan atau
kawan, insyaAllah ke depan akan mengubah “budaya baru” korupsi
berjamaah di Indonesia, menjadi tanggung jawab berjamaah dalam
mengantarkan bangsa Indonesia makmur dan

Sebagaimana pada Hadits, Rasulullah diperintah atau diutus, dengan
kalimat yang tegas dan jelas untuk menyempurnakan akhlaq
manusia. Itu berarti nabi-nabi sebelumnya dan bangsa Arab sebelumnya
sudah diajarkan akhlaq atau budi pekerti atau sopan santun. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan kualitas demokrasi di tahun politik,
maka berpolitik yang santun menjadi kewajiban dalam berdemokrasi.
Mengingat dekokrasi “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” yang
selama diajarkan dan dianut sebagai soko guru, telah menyumbang jauh
menjadi demokrasi “dari rakyat bukan untuk rakyat”. Rakyat seakan-akan
tidak mempunyai juru bicara dan media centre kerakyatan menjelaskan
pemerintahan dalam menjalankan amanat dari rakyat. Rakyat hanya
sekedar komoditas Pemilu (Pemilihan Umum), sekaligus sebagai stempel
bahwa demokrasi telah berlangsung dengan melibatkan rakyat dari Sabang
sampai Merauke.

Tauladan Bahwa Al-Qur’an menyebutkan bahwa pada diri Rasulullah
terdapat tauladan, itu artinya bahwa contoh-contoh ketika Rasulullah
melakukan dakwah sekaligus memberi contoh kehidupan berbangsa dan
bernegara yang Islami wajib diikuti dan diterapkan dengan
sebaik-baiknya. Dimana jika Rasulullah berdakwah ke Thoib sampai
dilempari batu hingga berdarah-darah (dikisahkan gigi Rasulullah
lepas), tetapi jiwa sebagai pemimpin umat tetap mendoakan masyarakat
Thoib ke depan atau anak keturunannya menjadi baik dan menjadi
menganut ajaran Islam, dan itu terbukti sampai

Rasulullah sama sekali tidak menggunakan akal pikiran negatif, atau
memanfaat kelebihannya minta doa sebagai ditawarkan para malaikat unik
menghancurkan kaum Thoib dengan dijatuhi gunung di sekitar kota kecil
yang dingin dan subur itu. Sama sekali tidak ada dendam, tidak ada
saling membalas soal kejelekan, semua diambil hikmah dengan memilih
positif thinking (berpikir positif), sehingga akhlaq mulia Rasulullah
itu, telah menjadi Thoin dan kaumnya gema ripa lho jinawi (subur
makmur, tenteram, kerto

Sementara perpolitikan di Indonesia, khususnya pada tahun 2018 dan
2019 ke depan, kenikmatan mendapatkan informasi cepat melalui berbagai
fasilitas seperti hand phone dan sejenis dengan berbagi aplikasi
menggiurkan, justru dimanfaatkan untuk saling menjatuhkan lawan,
seperti semua tergantung akal pikiran manusia, tanpa ada akhkaq mulia
atau sopan santun, sehingga sebagian besar umat Islam terseret pada
ombak emosional dengan menghalalkan segala cara untuk melakukanapa
saja, untuk memuaskan kemenangan jiwa dan raganya, walaupun itu
hanya