Surabaya – Berbagai program khusus dimiliki Pemerintah Kota Surabaya, dalam upaya menyejahterakan warga Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Salah satunya melalui program permakanan.
Melalui program itu, para lansia, anak yatim dan penyandang disabilitas, mendapat perhatian khusus. Setiap hari, mereka mendapat bantuan makanan yang dikirimkan ke masing-masing rumah.
Kepada wartawan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berkisah, bagaimana awal mula dirinya menerapkan program permakanan tersebut.
Saat itu, kata Risma, jajaran Pemkot Surabaya menemukan seorang warga yang meninggal karena kelaparan. Tapi, orang tersebut bukan warga Surabaya. Melihat itu, Risma mengaku hatinya teriris, sedih, iba. Dari situlah akhirnya muncul ide untuk membuat program permakanan.
“Karena itu, aku ndak mau ada orang Surabaya yang meninggal karena kelaparan,” kata Risma di ruang kerjanya Balai Kota, Selasa, (30/10/18).
Awalnya, lanjut Risma, program permakanan hanya diterapkan pada lansia miskin. Yakni para orang tua yang sudah berumur 56 tahun ke atas. Dan menjadi prioritas, karena kebanyakan dari lansia tinggal sendiri.
Padahal, pemkot sendiri punya griya werdha. Namun, kebanyakan dari lansia lebih memilih tinggal di rumah. Sehingga, kemudian lansia menjadi prioritas utama mendapat program permakanan tersebut.
“Karena itu, akhirnya lansia kita dahulukan. Tapi, program itu terus berkembang, karena penerimanya sudah menyentuh kepada anak yatim dan orang difabel,” ujarnya.
Risma menjelaskan, data terakhir Daftar Penerima Manfaat (DPM) permakanan tahun 2018, berjumlah 29.249 jiwa. Dengan rincian, sebanyak 17.537 orang penerima permakanan untuk lansia miskin, 5.712 orang penerima permakanan untuk anak yatim piatu dengan usia di bawah 18 tahun, dan 6000 orang penyandang difabel.
“Misalnya untuk anak yatim penerima permakanan yang tinggal di rumah panti. Jika di rumah yatim ada lima anak (penerima), ya kita titipkan uangnya itu ke (pihak) rumah yatim,” terangnya.
Sementara untuk orang yang bertugas memasak permakanan, lanjut Risma, merupakan warga yang ditunjuk oleh pihak RT–RW setempat. Biasanya mereka merupakan kader, pekerja sosial, atau warga miskin di wilayahnya.
Risma mengaku, dari hasil memasak permakanan itu, ekonomi mereka juga terbantukan. Bahkan, beberapa warga petugas memasak, pernah berkirim surat ucapan terima kasih kepadanya.
“Dia kirim surat terima kasih. Ternyata, yang memasak itu, dia juga orang miskin. Sebab, dari hasil memasak (permakanan) itu, ekonominya jadi terbantukan,” kata Risma.
Seiring berjalannya waktu, Risma kemudian menggagas ide baru. Yakni, menambah kategori penerima permakanan, dengan program permakanan tambahan bergizi. Sebanyak 260.636 orang menerima program permakanan tambahan itu. Makanan tersebut diberikan empat kali dalam sebulan. Rinciannya, lansia miskin sebanyak 57.311 penerima, balita 164.000, siswa PAUD 33.737, balita kekurangan gizi 280 anak, ibu hamil/menyusui 1.020, cancer patients 825, pasien TBC 2.300, penderita HIV/AIDS 150, pasien lepra/kusta 80, petugas fogging 128, siswa PAUD 30.100 (makanan bergizi) dan terakhir pos PAUD (PPT) sebanyak 1.397.
“Makanan tambahan yang bergizi itu, diberikan empat kali sebulan. Penerimanyam, ada anak paud, anak balita, orang kena TBC, orang kena Aids. Selain itu, kita kasih makanan tambahan untuk vitaminnya dia (penderita TBC/AIDS), supaya cepat sembuh,” imbuhnya.
Tak hanya itu, kata Risma, sebulan sekali, dokter juga melakukan pemeriksaan ke rumah-rumah penderita TBC dan HIV/AIDS tersebut. Sementara untuk lansia, pemkot mempunyai posyandu lansia yang memberikan layanan pemeriksaan kesehatan secara gratis. Seperti, layanan pemeriksaan kolesterol, asam urat, gula darah, mata, dan tekanan darah tinggi.
“Layanan dokter gratis. Semua lansia yang tergabung di posyandu lansia itu, kita tambahi makanan tambahan yang bergizi,” kata dia.
Selain posyandu lansia, pemkot juga punya program posyandu balita dan remaja. Menurut Risma, program permakanan tersebut, menjadi salah satu intervensi pemerintah kota untuk menyejahterahkan warga miskin, khususnya bagi para lansia. “Program ini (permakanan) memang ndak ada di Indonesia. Adanya cuma ada di Surabaya. Mungkin juga di dunia,” imbuhnya. (wt)