Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Harry Poernomo mengkritisi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menurutnya mudah dianulir, sehingga temuan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti, bahkan gugur. Ia merasa saat ini temuan BPK terkesan main-main, dalam artian mudah dianulir dengan BPK dan pemerintah. Harry berharap ke depan hal ini tidak lagi terjadi.
Hal itu diungkapkannya usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) dengan jajaran BPK Provinsi Jawa Timur dan civitas akademika Universitas Airlangga di Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Kamis (25/10/2018). Kunspek ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Soepriyatno.
Harry mengatakan, dalam pertemuan itu ia menyetujui masukan dari salah satu civitas akademika Unair yang mengatakan bahwasannya temuan BPK merupakan temuan yang sudah dikaji secara mendalam. Oleh karena itu, ia menilai apapun wujud temuan BPK, jika ingin menyimpulkan atau membantah dan menggugurkannya, hanya bisa melalui proses hukum.
“Contohnya kasus Freeport. BPK menyatakan temuan Freeport merupakan kerugian, karena pelanggaran lingkungan yang besarnya sampai Rp 185 triliun. Tetapi saya tidak tahu latar belakangnya apa, tiba-tiba mendadak BPK menganulir itu tidak merugikan negara, jadi ini bagaimana? Kami tidak ingin ke depan ini terjadi lagi,” jelas legislator Partai Gerindra itu.
Kemudian, lanjut Harry, juga temuan BPK terhadap pemeriksaan tanah Rumah Sakit (RS) Sumber Waras Jakarta era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang juga akhirnya BPK menggugurkan temuan itu, padahal belum melalui proses hukum. Menurutnya, seluruh temuan BPK yang menyangkut kerugian negara hanya bisa dibuktikan melalui proses hukum, bahwa kerugian itu benar atau tidak.
Harry juga menilai Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK yang ada saat ini juga belum bisa mengakomodir seluruh persoalan BPK. Misalnya, dari sisi masih bisa berubahnya temuan BPK berdasarkan pembahasan auditee dengan BPK dan adanya unsur peran dari Pemerintah.