Bahkan, kata Hendro, pemkot ikut menangung biaya pendidikan dan memberikan pekerjaan kepada korban yang terkena bom. “Nilai kerugian material semuanya ditanggung Pemkot Surabaya dengan melibatkan seluruh elemen. Itu yang membuat Surabaya cepat bangkit,” urainya.
Tidak hanya itu, lanjut Hendro, pada beberapa kesempatan, setiap agama saling bahu membahu. Dia mencontohkan saat ibadah gereja, GP Ansor menjaga gereja untuk merekatkan kerukunan antar umat beragama. Begitu pun sebaliknya. “Semua turut membantu dan menjaga lokasi dengan melibatkan semua unsur agama tanpa memandang etnis dan religiusnya,” tuturnya.
Ketua FKUB Surabaya Muhammad Yazid menambahkan, cara pandang warga Surabaya dalam menyikapi kerukunan umat beragama sudah sangat dewasa. Hal ini dibuktikan ketika Surabaya diguncang bom dan mereka semua bangkit untuk saling membantu satu dengan yang lain. “Kami ingin menciptakan kedamaian dan sikap toleransi di Surabaya,” tutur Yazid.
Disampaikan Yazid, untuk mempererat kerukunan umat beragama, FKUB Kota Surabaya mengadakan forum group discussion (FGD) dengan melibatkan pemuda lintas agama untuk mengantisipasi gerakan-gerakan radikal. Selain itu, lanjutnya, FKUB turut menggandeng ibu-ibu dengan wadah dialog perempuan lintas agama. Tujuannya, menambah wawasan terkait kerukunan umat beragama.
“Jadi, kalau ada gesekan atau provokasi yang tujuannya memecah belah kerukunan umat beragama, mereka semua bisa memfilter atau menyikapi hal tersebut dengan bijak dan cerdas,” tambahnya.
Usai mendengar penjelasan dari Sekda Kota Surabaya dan FKUB Kota Surabaya, Ketua FKUB Kota Tomohon Joy Palilingan, mengaku tertarik dengan Forum Pemuda dan dialog Wanita Lintas Agama. “Kita tindaklanjuti ilmu yang sudah didapat dari Kota Surabaya untuk menjaga kedamaian dan kerukunan umat beragama di Kota Tomohon,” tegas Joy. (wt)