2020, Pemprov Jatim Target Operasi Katarak Capai 81.583 Tindakan

2020, Pemprov Jatim Target Operasi Katarak Capai 81.583 Tindakan
Menteri Kesehatan RI Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek Sp.M (K) dan Sekdaprov Jawa Timur DR Heru Tjahjono

Surabaya – Pemprov Jatim menargetkan sampai dengan tahun 2020 melakukan operasi katarak bisa mencapai minimal 66.301 hingga 81.583 tindakan.

Upaya ini dilakukan untuk menurunkan angka penderita katarak di Jatim yang prevalensi kebutaannya 4,4 %, dan yang diakibatkan katarak jumlahnya 2,9 % tertinggi diantara provinsi lainnya.

Sekretaris Daerah Prov. Jatim Dr. Ir. Heru Tjahjono pada acara Puncak Peringatan Hari Penglihatan Sedunia Tahun 2018 dengan tema “Mata Sehat Untuk Semua” di Gedung Graha Indrapura, Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Surabaya, Kamis (11/10).

Sekretaris Daerah Prov. Jatim Dr. Ir. Heru Tjahjono pada acara Puncak Peringatan Hari Penglihatan Sedunia Tahun 2018.
Sekretaris Daerah Prov. Jatim Dr. Ir. Heru Tjahjono pada acara Puncak Peringatan Hari Penglihatan Sedunia Tahun 2018.

Heru menjelaskan, Angka gangguan penglihatan di Jatim terakhir 176.917 orang, dengan angka katarak sebanyak 41.932 orang. Oleh sebab itu, lewat tindakan operasi katarak secara intensif diharapkan angka kebutaan turun sebesar 25 % menjadi 3,3% pada tahun 2020.

“Tugas ini menjadi tanggung jawab dokter spesialis mata di Jatim khususnya perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia/PERDAMI, rumah sakit mata masyarakat /RSMM dan rumah sakit lainnya untuk bisa melakukan operasi katarak,” katanya.

Ditambahkan, kegiatan bakti sosial/baksos di Jatim juga telah banyak dilakukan yakni sebanyak 2.496 orang oleh PERDAMI termasuk bersama TNI. Sedangkan yang dilakkan oleh non PERDAMI mencapai 1.333 orang.

“Sementara operasi yang dilakukan non baksos untuk pasien BPJS jumlahnya 12.096 orang, dan non BPJS sebanyak 4.949 orang,” terang Heru.

Lebih lanjut disampaikan, peran organisasi profesi dan rumah sakit yang melayani kesehatan mata sangat diperlukan di masyarakat. Khususnya pada Puskesmas yang melakukan rujukan tapi tidak mendapatkan rujukan balik dari rumah sakit maupun dokter SPM.

“Hal semacam ini akan membuat pendataan yang ada di Puskesmas tidak maksimal, utamanya pada kasus gangguan penglihatan seperti katarak, glukoma dan retino,” terangnya.