Solo – Ketua Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, mengharapkan pers Indonesia menyeimbangkan berita-berita terkait dengan sawit. “Selama ini, Indonesia yang sangat terbantu dengan kebutuhan sawit dunia mencapai kontribusi 40% kebutuhan minyak nabati dari sawit, justru jadi bulan bulanan pers asing dan Eropa,” katanya.
Menurut Joko, di sarasehan bertema “Pers Kebangsaan dan Pembangunan di Era Digital”, di Monumen Pers Solo, Kamis (27/9) menyatakan bahwa pers asing punya kepentingan memojokkan sawit Indonesia, karena memang sudah menjadi persaingan soal minyak nabati.
Joko menandaskan, bahwa kemajuan kelapa sawit, sangat mendukung devisa untuk Indonesia, juga sangat membantu menampung tenaga kerja di daerah. “Bahkan membuka daerah terpencil menjadi perkotaan, karena perkebunan sawit ternyata mampu membuka daerah baru, sehingga banyak daerah pemekaran karena sawit,” ujarnya.
Helmy Yahya, Direktut Utama TVRI, menyatakan bahwa TVRI kembali ke jaman lama dengan kreatifitas anak anak muda. Dan yang paling penting mengembalikan kepercayaan pemirsa kepada TVRI, termasuk dari segi bisnisnya.
“Dengan anggaran 800 miliar, kami mencoba menyaingi TV lainnya yang anggarannya 20 kali lipat lebih besar,” katanya.
Media Pendidikan Memerangi Hoax
Ganjar Pranowo, Gubernur Jateng, sangat suka kalau ada berita inspirasi tentang masyarakat dan lingkungan yang sangat memberi semangat masyarakat pembaca, pendengar dan pemirsa.
Pers kebangsaan, kata Ganjar, adalah mendekatkan dengan membantu program Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
“Ada yang belum terlaksana ialah mencoba, mendorong wartawan lebih maju dengan berita yang benar tanpa amplop,” katanya.
Misalnya, menyelenggarakan lomba karya jurnalistik dan lomba lain, kemudian hadiahnya mengirim ke kuar negeri untuk lebih meningkatkan kapasitas wartawan.
Menurut Ganjar, media yang terpercaya kami saling membutuhkan, karena itu menjadi tempat masyarakat memperoleh pendidikan informasi, terutama pendidikan informasi untuk memerangi hoax. (JT)