Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Eriko Sotarduga menilai pendapatan Garuda Indonesia yang naik menjadi 1,9 miliar dollar AS pada 2018, dibanding 1,8 miliar dolar AS pada 2017, masih tidak menguntungkan.
Kendati keuntungan mengalami kenaikan sebesar 5,9 persen, Garuda Indonesia masih mengalami kerugian yang cukup signifikan.
Hal ini disampaikannya pada saat rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR RI dengan Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN dan Direktur Utama PT. Garuda Indonesia (Persero) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/8/2018).
“Tidak ada langkah yang baik dari Garuda Indonesia untuk menyelesaikan masalah ini. Pada saat ini saham Garuda Indonesia yang masih di miliki oleh negara hanya 60 persen, sisanya dimiliki oleh swasta. Kalau masalah ini tidak bisa diselesaikan juga, pasti dijual lagi,” tegas Eriko.
Politisi PDI-Perjuangan ini mengatakan, jika tidak ada langkah yang dilakukan oleh pihak Garuda Indonesia untuk memperbaiki masalah kerugian, maka akan berdampak terhadap masa depan tenaga kerja, pegawai dan fasilitas yang didapatkan oleh penumpang Garuda Indonesia.
“Kalau hanya seperti ini saja, nanti yang dikurangi pramugarinya. Yang tadinya di business class dari 4 orang hanya menjadi 2 orang saja, dan akan terus mengalami pengurangan, agar menekan biaya. Sehingga fasilitas yang didapatkan juga berkurang, yang akan berakibat kepada pendapatan perusahaan,” tandas politisi dapil DKI Jakarta tersebut.
Ia berpendapat walaupun Garuda Indonesia memiliki pramugari yang ramah, tetapi juga mengalami ketertinggalan dengan maskapai lain yang sudah jauh lebih modern. “Desain bangku pesawat Garuda pada business class tertinggal dengan maskapai lain.
Dicontohnya maskapai lain sudah mempunyai posisi tempat duduk yang mengikuti perkembangan zaman, tetapi Garuda masih mengikuti yang lama,” imbuhnya.(rom)