Oleh : Djoko Tetuko
Panggung politik tiba-tiba gempar, ketika Menteri Sosial Idrus Marham dengan kinerja baru seumur jagung dan digoyang pekerjaan amat berat, bencana nasional akibat gempa di Lombok, karena masalah listrik mundur dari Kabinet Kerja Joko Widodo – Jusuf Kalla.
Lepas dari berbagai tudingan mengarah kepada perbuatan korupsi dalam dugaan suap PLTU Riau-1, tetapi dengan jernih harus memberi Cap Jembol buat Sekretaris Jenderal Partai Golkar. Mengapa? Karena dengan elegan penuh keyakinan untuk menjaga marwah Jokowi dan Partai Golkar, tidak ada pilihan kecuali mundur, supaya konsentrasi menghadapi jeratan hukum, tanpa harus melibatkan pihak-pihak lain.
Sepak terjang Idrus Marham sejak dari Ketua Remaja Masjid hingga manapak menjadi kader Partai Golkar, bahkan bertahan menjadi Sekjen pada saat Partai Golkar terjadi perebutan kekuasaan pasca Abu Rizal Bakrie.
Juga dengan mudah menggantikan Khofifah Indarparawansa, setelah mundur dari Mensos untuk konsentrasi di Pilkada Jatim 2018. Idrus dengan kepiawiaanya terus melakukan kinerja di kementerian sosial dengan baik dan energik.
Bahkan begitu semangat ketika gempa di Lombok tetap menyatakan yakin bisa diatasi sesuai perintah Presiden. Dan begitu juga ketika menghadapi ’’gempa’’ isu suap, maka harus dengan tegas pula menyatakan masalah moral ini menjadi tanggung jawab pribadinya.
Menteri Sosial Idrus Marham, secara resmi mundur dari jabatannya, hari Jumat (24/08), setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Politikus Partai Golkar ini menjadi menteri pertama kabinet Presiden Joko Widodo yang tersandung korupsi.
Dalam keterangan di situs Kompas.com, Idrus mengatakan pengunduran dirinya adalah ‘bagian dari tanggung jawab moral’. Dimana hal itu dilakukan setelah menerima surat pemberitahuan tentang penyidikan terkait kasus yang dilakukan oleh Eni dan Kotjo.
Seperti diketahui, Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan di gedung penunjang KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (24/8/2018) mengatakan, Sofyan Basir sudah dua kali diperiksa sebagai saksi. Penyidik menurutnya mendalami sejumlah pertemuan yang dilakukan Sofyan Basir dengan tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo dan politikus Golkar Eni Maulani Saragih.
Bahkan PKP sudah melakukan pemeriksaan pejabat di PLN atau swasta lain yang basisnya di Indonesia atau luar negeri. KPK ingin melihat secara utuh bagaimana skema kerja sama pembangunan Riau-1 ini. Apakah mungkin ada pelaku lain? Tentu saja memungkinkan sepanjang ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, menjelaskan ‘dalam proses penyidikan, ditemukan fakta baru, bukti, keterangan saksi, surat dan petunjuk dan dilakukan penyelidikan baru dengan satu orang tersangka, yaitu Idrus Marham.
Presiden Jokowi mengatakan dirinya menghargai dan menghormati keputusan Idrus.
Kasus ini berawal ketika KPK menangkap anggota DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih atas dugaan menerima suap dari Johannes Budistrisno Kotjo, pemegang saham Blakckgold Natural Resources Limited. Penangkapan Eni dilakukan di rumah Idrus Marham. Baik Eni maupun Kotjo sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Di luar negeri, berita pejabat pemerintahan mundur paling baru ialah Perdana Menteri (PM) Italia yang baru dilantik, Giuseppe Conte, telah mengundurkan diri setelah Presiden Sergio Mattarella menolak profesor anti-Uni Eropa sebagai Menteri Ekonomi.
Kegagalan membentuk pemerintahan baru ini membuat krisis politik Italia memburuk.
Conte, seorang profesor hukum tanpa pengalaman politik, menyodorkan daftar menteri kepada Presiden Mattarella. Dia awalnya berharap bisa mengakhiri kebuntuan politik yang telah berlangsung selama lebih dari dua bulan.
Tetapi, presiden menolak Paolo Savona sebagai kandidat Menteri Ekonomi yang diajukan Conte. Savona dikenal sebagai ekonom anti-Uni Eropa. Veto dari presiden membuat Conte menyerah di penghujung Mei 2018.
Tradisi mengundurkan diri dari jabatan Perdana Manteri juga sudah biasa dilakukan di beberapa negera Asia, seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand dan negara tetangga Australia, ketika pemerintahan tidak kondusif, atau karena menghadapi konflik akibat penyalahgunaan jabatan. Dan di Indonesia masih belum terbiasa melakukan tradisi seperti itu, kecuali setelah dinyatakan tersangka atau sudah putusan final mengikat di persidangan.
Politik kekuasaan memang sarat dengan perebutan kemenangan dan kursi kekuasaan itu sendiri. Tetapi dalam kasus Idrus Marham mundur karena ingin menjaga martabat Presiden Jokowi dan Partai Golkar, merupakan satu contoh kesatria dengan penuh keyakinan mengambil sikap mundur untuk mempertanggungjawabkan persoalan hukum dan dekadensi moral secara pribadi. Keputusan itu patut mendapat acungan jempol atau cap jempol.
Khalifah Hasan Mundur
Khalifah Hasan bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, merupakan salah satu contoh sekaligus teladan bagi pejabat dari kalangan muslim, dimana dengan ikhlas harus berani meninggalkan jabatan alias mundur, dengan pertimbangan menjaga kerukunan dan persatuan, menjaga konflik berkepanjangan, sebab apabila perang saudara berkepanjangan akan merugikan, dan efek negatif yang timbul karena kekuasaan.