Jakarta – Rapat Konsultasi antara Pimpinan DPR RI dengan sejumlah menteri di Kabinet Kerja guna akan membahas hal-hal yang masih pending dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewirausahaan Nasional, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/8/2018) akhirnya ditunda.
Penundaan dilakukan karena menteri yang mestinya hadir dalam rapat ini, namun hanya diwakili oleh pejabat eselon I.
Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto yang memimpin acara rapat konsultasi ini menyampaikan permintaan maafnya, dan menutup rapat untuk bisa diagendakan lagi. “Kami mohon maaf rapat tidak bisa dilanjutkan dan perlu diagendakan kembali.
Mestinya yang hadir adalah menteri, sesuai ketentuan untuk mengambil keputusan penting ini,” katanya sambil menutup rapat.
Rapat konsultasi ini seharusnya menghadirkan Menteri Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Menteri Perindustrian, dan Menteri Hukum dan HAM. Namun hingga rapat dimulai, hanya dihadiri Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Dirjen Industri Kecil dan Menengah, serta Dirjen dari Kemenkumham.
Sementara itu, Ketua Pansus RUU Kewirausahaan Nasional Andreas Eddy Susetyo menjelaskan, rapat selanjutnya akan diagendakan kembali dengan menghadirkan menteri.
Semula rapat konsultasi ini dimaksudkan untuk mengambil keputusan hal-hal yang masih pending dalam RUU Kewirausahaan Nasional ini, sehingga bisa segera diselesaikan.
Dia berharap RUU ini bisa segera disahkan dalam rapat Pansus, untuk selanjutnya dibawa ke Tingkat II/ Pengambilan Keputusan di Rapat Paripurna. Sejauh ini, kata Andreas, pembahasan sudah sampai pada Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) tapi ada beberapa hal yang masih pending.
“Justru itulah, melalui Rapat Konsultasi ini diharapkan akan menyelesaikan hal-hal yang pending,” katanya.
Salah satu hal krusial yang dipending adalah soal kelembagaan. DPR RI, kata politisi PDI Perjuangan itu, menginginkan ada kelembagaan yang lebih fokus menangani kewirausahaan ini. Pasalnya berpencarnya terlalu banyak lembaga yang menangani kewirausahaan justru kurang efektif.
Selain itu, sesuai masukan dari kalangan dunia usaha, untuk menaikkan kelas usaha mikro ini diperlukan suatu perlakuan khusus insentif.
“Berdasarkan UU UMKM yang ada sekarang itu definisi kelompok usaha menengah ini range-nya terlalu lebar, omsetnya Rp2,5 hingga Rp5 miliar. Inilah yang membuat kurang efektif,” ia menambahkan.(rom)