Opini  

Berbagi dengan Anak Yatim Apakah Pancasila?

Berbagi dengan Anak Yatim Apakah Pancasila?
Berbagi dengan Anak Yatim Apakah Pancasila?

Aro-aital ladzii yukaddzibu biddiin
(1) Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
fadzaalikal ladzii yadu”ulyatiim
(2). Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,
walaa yahuddhu ‘alaa tho’aamil miskiin
(3). dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.
fawailul lil musholliin
(4). Maka celakalah orang yang shalat,
alladziina hum ‘an sholaatihim saahuun
(5). (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya,
alladziina hum yuroo-uun
(6). yang berbuat riya,
wayamna’uunal ma’uun
(7). dan enggan (memberikan) bantuan.

Surabaya – Pengurus Persatuan Wartawan Indoensia (PWI) jamaah Mushola At-Taubah tergerak untuk berbagi dengan anak yatim piatu, tentu saja menyiapkan berbagai kebutuhan pokok untuk menyambut ’’tamu sangat mulia itu’’. Dan tergelarlah acara di Gedung PWI A. Aziz Jl Taman Apsari Surabaya, Senin (11/6/2018) lalu.

Penggagas acara ini Luthfil Hakim, Wakil Ketua PWI Jatim, dengan koordinator Siaful Anam dan Catur, dan sejumlah wartawan senior Yousri Nour Rajaagam, Ferri Is Mirza, Eko Pamudji, Bondhet Hardjito, Ainur Rohim, Makin Rahmat, Budi Setiawan, dan beberapa nama langganan mengikuti kegiatan sosial, menjadi penerima tamu dan mengatur acara, juga dengan sabar memberi salam dan menata anak yatim piatu, sejak datang sampai di tempat acara, juga persiapan untuk berbuka puasa tentunya.

Sebagai Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Jatim, diminta memberikan sedikit kontak batin dengan 30 anak yatim dari panti asuhan Al-Muhajirin, Gununganyar, Surabaya, beserta pembimbingnya.

Kontak batin yang dimaksud menyampaikan ular-ular (tausiah), maka dengan keterbatasan menyampaikan makna dan tafsir surat Al-Ma’un, dengan memberi contoh bahwa kalau NKRI punya Pancasila, maka yang melaksanakan Pancasila berarti tidak sampai masuk golongan yang disebutkan dalam surat Al-Ma;un sebagaimana di atas.

Berbagi dengan anak yatim piatu dengan memberikan bingkisan dan tali asih (uang), apakah merupakan ajaran Pancasila. Ternyata, sangat-sangat Pancasila. Sebab, sila pertama, Ketuhanan Yang Mahaesa, itu mencerminkan berketuhanan atau mengakui adanya Tuhan. Berarti mengakui adanya agama, bukan mendustakan agama? Demikian juga berbagi dengan anak yatim piatu, sebagaimana amanat sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab.

Apalagi melaksanakan atau menjalan sila ini, maka adil (sesuai dengan maqomnya) dan beradab, yang berarti melaksanakan dengan penuh adab atau sopan santun. Sebagaimana ayat 2-3, tidak mungkin menghardik anak yatim dan tidak menolong orang miskin. Sebab, sesuai maqomnya, maka anak yatim selalu mendapat kasih sayang, dan tentu perhatian juga kepastian mendapat jaminan hidup. Demikian juga untuk fakir miskin.

Menghahayati dan menjalankan sila pertama dan kedua saja, begitu agung Pancasila, yang sesungguhnya menjawab harapan Al-Qur’an mengenai keraguan umat Islam dalam menjalan agama, terutama menjunjung tinggi agama di atas segala-galanya. Menguji umat Islam senantiasa bertaqwa atau hanya sekedar stempel saja.

Dapat dikorelasikan, apabila sebagai bangsa Indonesia menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sungguh-sungguh, maka akan dengan sadar tidak mungkin tidak saling menghargai dalam beragama. Dan mengakui Tuhan yang tentu saja dengan berbagai peristiwa ghaib. Demikian juga jika menjalankan berbangsa dan bernegara dengan adil dan beradab, maka tidak mungkin ada ’’gugatan’’ anak yatim maupun fakir-miskin. Dan hal itu pasti akan terjadi apabila masyarakat dan negara, sudah tergerak secara otomatis melakukan hal itu.

Bahwa di negeri dengan jumlah populasi umat Islam mencapai 85 persen atau sudah turun 10 persen (95 persen tahun 2000-an). Maka umat Islam Indonesia, memang masih belum melaksanakan Pancasila secara sungguh-sungguh dan benar. Sebab, masih banyak anak yatim dan fakir–miskin, justru menjadi obyek untuk dipamerkan dalam berbagai acaraa untuk mengangkat harkat dan derajat mereka, dalam tempo sesaat.