Sumenep – ADA suasana berbeda saat penyerahan Zakat Fitrah Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kepada Takmir Masjid Jamik Sumenep yang dilakukan pada Senin (11/6/2018).
Jika sebelumnya cukup diserahkan begitu saja . Namun penyerahan zakat kali ini bak upacara adat atau upacara peringatan hari jadi Kabupaten. Bupati Sumenep, Dr. KH. Al Busyro Karim yang didampingi istrinya Nur Fitriana Busyro, dikawal oleh punggawa kerajaan, layaknya seorang Adipati Kerajaan tempo dulu. Bahkan, Bupati Sumenep yang dikawal beberapa prajurit keraton, berjalan kaki dari Pendopo Agung Keraton Sumenep menuju Masjid Jamik.
Sesampainya di Masjid Jamik, Bupati beserta rombongan Keraton diterima oleh sesepuh keturunan Raja-raja Sumenep. Kemudian secara simbolis Bupati Sumenep menyerahkan Zakat Fitrah ke Masjid Jamik untuk disalurkan kepada masyarakat yang kurang mampu.
“Penyerahan Zakat Fitrah ke Masjid Jamik dari Keraton Sumenep ini, memang sengaja kami lakukan ala Keraton. Dengan maksud untuk mengingatkan kembali adat keraton Sumenep” kata Bupati Sumenep, Dr. KH. A Busyro Karim. Senin 11/6/2018.
Menurutnya, sebagaimana dalam catatan sejarah, penyerahan zakat fitrah raja bersama keluarga dan sentana (bangsawan) keraton dilakukan setiap bulan ramadhan dengan berjalan kaki dari keraton hingga mesjid jamik.
Raja berjalan kaki (alomampa) dengan dipayungi payung cèndi emas, dan diiringi oleh gustè patè (wabup), lora jagakarsa (sekda), santana (bangsawan) para lora ajeg (Kadis) para Badhana Ares (camat) dan para prajurit keraton.
“Zakat dipasrahkan pada nadzir masjid jamik untuk dibagikan pada fuqara wal masakin” cerita Bupati Sumenep dua periode ini.
Prosesi adat tersebut pertama kali dilakukan oleh raja keturunan Bindara Saod, Raden Tumenggung Tirtonegoro, yakni panembahan somala yang juga pendiri masjid jamik Sumenep ini.
“Panembahan Sumolo merupakan Raja Sumenep Periode 1762-1811 masehi dan ini baru kembali dihidupkan dan tradisi ini juga dilanjutkan pada masa pemerintahan Sultan Abdurahman sampai dengan masa Ario Prabuwinoto pada tahun 1929 masehi atau periode terakhir sistem kerajaan di Kabupaten Sumenep” tuturnya.
Mantan Ketua DPRD Sumenep dua periode ini mengatakan, saat ini potensi zakat belum tergarap maksimal. Potensi zakat nasional bisa mencapai Rp 286 triliun akan tetapi hanya terealisasi Rp 5 triliun. “Padahal zakat srategis sebagai salah satu cara mensejahterkan masyarakat” tegasnya.
Studi baznas Kabupaten Sumenep menunjukkan bahwa potensi zakat profesi (khusus asn) di sumenep bisa mencapai Rp 853 juta. Namun, setiap tahun penghimpunan zakat dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) masih rendah berkisar rata-rata Rp 65 juta dan tahun ini lumayan meningkat menjadi Rp 85 juta. Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama di masa mendatang, bagaimana potensi zakat fitrah kalangan asn sumenep bisa lebih optimal.
“Zakat dalam islam termasuk rukun islam. Di dalam pembahasan fiqih kitab-kitab klasik, zakat dibahas begitu panjang lebar, baik syarat-syaratnya, kategorisasinya, subyek yang berzakat serta mustahiqqiin” ucapnya.
Perintah zakat merupakan salah satu paling sering disebut di dalam al-qur’an, sehingga perintah zakat itu selalu digandeng dengan perintah shalat, artinya zakat merupakan realitas kebajikan sosial sekaligus kesalehan individual.
“Saya harap, dengan prosesi ini memotivasi masyarakat sumenep untuk senantiasa berbagi kebahagiaan dengan mereka yang membutuhkan. Karena berdasar data bps, pengeluaran masyarakat miskin 25 persen adalah untuk membeli beras. Sedangkan pengeluaran orang kaya malah 25 persen membeli pulsa” pungkasnya (fidz).